nazura gulfira: October 2017 [PDF]

Oct 16, 2017 - There was this particular night when me and two others - my boyfriend, and a good friend of his - were ta

7 downloads 28 Views 587KB Size

Recommend Stories


September 2017—October mber 2017—October 2017
Don’t grieve. Anything you lose comes round in another form. Rumi

October 2017
Never let your sense of morals prevent you from doing what is right. Isaac Asimov

October 2017
Ask yourself: If you could have one single wish granted, what would it be? Next

October 2017
Knock, And He'll open the door. Vanish, And He'll make you shine like the sun. Fall, And He'll raise

2017 October
Just as there is no loss of basic energy in the universe, so no thought or action is without its effects,

SEPTEMBER 2017 octoBER 2017
Kindness, like a boomerang, always returns. Unknown

October 2017 All Aboard Indiana (PDF)
You miss 100% of the shots you don’t take. Wayne Gretzky

Deliverable 6.17 Updated October 2017.pdf
If you want to go quickly, go alone. If you want to go far, go together. African proverb

OCTOBER, 2017 M27 (BUS).xlsx - OK.gov [PDF]
Oct 1, 2017 - CHANDLER'S. BOURBON &. CHANDLER, MELANIE. DENISE. 601 NORTH. INDEPENDENCE. ENID. OK. 73701. (580) 237-4001 2018/01/13. 645694 MXB CHARLESTON'S. CHARLESTON'S -. BRICKTOWN LLC. 224 JOHNNY BENCH. DRIVE. OKLAHOMA CITY OK. 73104. (405) 778-8

October 2017 series
So many books, so little time. Frank Zappa

Idea Transcript


More Next Blog»

Create Blog Sign In





Sejujurnya saya udah hampir mau skip kota ini dan langsung ingin menceritakan tentang Porto, karena saya sempat merasa kayanya enggak ada yang begitu menarik untuk diceritakan dari perjalanan singkat saya di Vienna. Untung banget sebelum saya memutuskan untuk melupakannya, saya melihat postingan Echa yang menceritakan pengalamannya selama disana, dan seketika segala hal menarik yang saya lihat di kota ini pun langsung kembali muncul di pikiran saya :') Kayanya karena perjalanan saya sangat singkat dan ditambah lagi sudah terlalu lama menunda buat menceritakannya, jadinya keburu lupa deh. Padahal sebelum berkunjung ke kota ini, saya sangat excited loh untuk melihat dan merasakan langsung seperti apa kota ini. Saya yakin siapapun yang mendengar Vienna pasti setuju bahwa beberapa hal pertama yang otomatis terbersit dalam pikiran mereka adalah kota yang pintar, elegan, dan klasik. Entah fakta bahwa banyak komposer, seniman, hingga arsitek yang menghasilkan mahakarya mereka di kota ini, atau karena coffee house culture-nya; yang jelas memang ketika jalan - jalan di kota ini saya pun merasa jadi mendadak elegan, haha! Meski memang harus diakui sekalipun begitu banyak hal menarik, secara personal, Vienna enggak segitunya memorable hingga membuat saya segitunya bersemangat untuk menceritakan kota ini. Tapi tetap aja sih begitu hari ini mengedit beberapa foto selama disana, pada akhirnya tetap menghibur saya yang lagi rindu dan butuh jalan - jalan ke kota lain di Eropa, fufufu! #ehjadicurcolkan #gapapalahsekalikali :))

A blogger, PhD candidate, and author. Sometimes I dress up, take photographs, and travel.

AFRI CA ASIA AUST RAL I A E UROPE INDONESIA UNITED KINGDOM USA



SH A RE O N FA CE BO O K

PIN O N PIN T E RE ST

SH A RE O N T W IT T E R

1 C OM M ENT:

Dua hari yang lalu, salah seorang teman saya menulis di Instagram tentang betapa istimewanya musim gugur. Bukan hanya karena melihat kecantikan di saat daun - daun berubah warna, tetapi lebih dari itu, ada makna lebih dalam yang dirasakannya ketika melewati hari - hari di musim ini. Mengingatkannya tentang transisi antara satu tahap kehidupan ke tahapan berikutnya. I think almost everyone can relate to her experience. Melihat dan mengamati perubahan yang terjadi setiap harinya dari peopohonan di sekeliling saya ketika berjalan, bersepeda, maupun saat berada di dalam bus. Dari yang awalnya hijau, kemudian mulai berubah menjadi kuning, merah atau cokelat muda, lalu menjadi kuning dan merah terang serta cokelat pekat, hingga akhirnya satu persatu mulai meranggas, dan akhirmnya berguguran tanpa sisa. Makanya ketika musim ini tiba, saya selalu mendorong diri saya untuk lebih sering keluar apartemen, sekedar berjalan - jalan santai sambil menikmati dan memotret pemandangan yang mungkin tidak akan saya lihat kembali esok hari. Menghargai setiap waktu yang tersisa, sebelum memasuki musim dingin yang serat akan cahaya matahari dan kental akan suasana yang suram.

CONVE RSAT I ONS WI T H MOM GE T FE AT URE D PE RJAL ANAN SE PE RE M PAT ABAD PLAYLIST RE PRODUCT I ON OF HAPPINESS RHAPSY STYLE TOYS WORDS

Bagi saya pun, setiap memasuki musim transisi, yaitu musim gugur dan musim semi, selalu ada perasaan yang mendalam dari biasanya. Ketika mendengar suara nyaring dari ban sepeda saya saat melintasi para dedaunan kering yang terhampar sepanjang jalan. Ketika menggunakan pakaian berlapis - lapis dengan perpaduan berbagai warna bumi. Ketika mencium aroma apple-cinammons dari scented candles yang sedang menyala, atau sekedar ketika meminum secangkir teh susu panas. Ada perasaan berbeda ketika saya melakukan semua hal itu saat musim gugur dan ketika bukan musim gugur. Dan yang paling tidak terelakkan adalah perasaan yang membawa semua kenangan di masa lalu. Tentang tepat satu bulan yang lalu, ketika malam ini saya masih berada di Bandara Soekarno Hatta bersama beberapa orang tersayang, menahan perasaan sedih akan kenyataan bahwa akan kembali jauh dari mereka. Tentang perubahan rutinitas, kebiasaan, hingga bagaimana saya membawa diri ke orang - orang di sekitar saya, ketika berada disini dan beberapa bulan yang lalu ketika di Indonesia. Membuat saya terhanyut oleh beberapa bait dari lagu The Beatles. There are places I remember. All my life though some have changed, some forever not for better, some have gone and some remain. All these places have their moments, with lovers and friends I still can recall. Tapi diantara berbagai kenangan yang sering menghampiri saya, salah satu yang paling jelas teringat adalah ingatan akan musim gugur sebelumnya, musim gugur tahun lalu. Karena saat itu diri saya rasanya seperti salah satu dari dedaunan yang sudah mulai menunggu waktu untuk terjatuh dari ranting pohon. Mungkin karena itu, musim gugur kali ini terasa lebih berharga, mengetahui bahwa saat ini saya masih berdiri kokoh dan berusaha untuk tidak kembali terjatuh. Anywayyy, seperti tahun - tahun sebelumnya, pasti saya membuat Autumn playlist (meskipun selain itu juga saya tetap buat sih) dan berbagi disini. Sebelumnya saya selalu buat di 8tracks, tapi berhubung saya udah jarang menggunakannya, jadi saya bikin di Spotify. It might not be a typical Autumn playlist, tapi saya bikin karena lagi suka aja belakangan ini dengerin beberapa lagu itu. Kalo kalian lagi seneng lagu apa? Boleh banget berbagi playlist atau rekomendasi lagu yang lagi sering didengerin belakangan ini :)

Email address...

S UB MIT

2018 (4) t 2017 (45) December (3) November (2) t October (5) Vienna : The Elegant yet Forgettable One The Season of Transition and Contemplation Conversations with People #1 Semarang : The City of Good People My Favourite Places in Berlin September (1) SH A RE O N FA CE BO O K

PIN O N PIN T E RE ST

SH A RE O N T W IT T E R

August (3) July (4)

1 0 C OM M ENTS:

June (5) May (2) April (5) March (7) February (5) January (3)

There was this particular night when me and two others - my boyfriend, and a good friend of his - were talking together in one of my favourite coffee shops in Bandung. I can't recall exactly how our conversation started but it led to my friend asking me a question that I never expected to come from him or any other friends of mine. Not because it was silly or impolite, but because I didn't think I was the kind of person who could answer that kind of question.

2016 (76) 2015 (76) 2014 (79) 2013 (113)

"I've been wondering, how do you build your personal brand to attract blog readers and followers on Instagram?", he asked me seriously, but still with a smile on his face. Whether he did so out of curiosity, confidence in guessing a potential answer, or it's just simply his typical face when he's comfortable talking with people. It is hard to pinpoint.

2012 (94) 2011 (125) 2010 (83)

I only looked at him, with a hint of uncertainty as I was trying to digest his words before responding any further. "I mean, reading your blog posts, almost all of them seem very honest and authentic. But are you really being honest, or are you trying to build a particular impression?” S EA R C H

I was a bit surprised and actually wanted to say why he asked that kind of question to me. I felt that this question about self-branding should be addressed to those influencers who have at least 10k followers on their Instagram or those whose blog statistic reach one million readers. In this case, I'm definitely not one of them. Though to my surprise, I was asked the same question again in other time. This time cam from my blog readers who I haven't met before.

"Hmm.. Honestly, I don't have any intention to brand myself through my writing, let alone a strategy. What I write on my blog is actually my honest feelings and thoughts, because I need to have an outlet to express myself and pour down my thoughts."

All Content © Nazura Gulfira 2018

392,210

"But have you doubled standard your writings? You know, when you write things that only attract or indulge your readers?" I was stirring my ice coffee latte with a straw, though at that point there were less coffee and more water from the melted ice. "You won't believe this, but I didn't even know that my writings would be that interesting to other people until two years ago when a publisher asked me to compile some of my blog posts into a book. So all these years, what I've written on my blog is truly something that comes from myself and to myself" Both of them staring at me in a way that they were waiting for more explanation from me. I was in silence because suddenly I remembered the first time I realised that my writings are attractive was around two and a half years ago, when someone close told me that he read my blog. That moment I expected him to compliment my photographs, but instead he said he really liked my writings. I was touched because it wasn't something that I often heard from people when they look at my blog. "Of course, there are still boundaries that I put on my blog, meaning that I select which ones that I share with the public and which ones that are not. I don't tell stories or share my personal experiences on my blog until I've worked through them; I almost always share them first with my closest people, asking their opinion on my writings. I'm also still avoiding some sensitive topics, like bringing up 'Ahok' case on my blog, simply because it tends to cause conflicts and also I don't know the whole story surrounding it. But if I share my personal experience and feelings, even if there are different perspectives towards it, I won’t have to feel guilty or insecure about spreading false information, because I know the truth about what I write”

We became quiet again for a few seconds and this time, my boyfriend broke the silence. “She isn’t typical blogger who sells her blog and Instagram for endorsement and other people's demands. That might be the reason why even though she isn’t as popular as other bloggers, she has some loyal blog readers… because she’s being herself and authentic” I nodded, showing my approval towards his statement. "If I want to make blog as tool for personal branding, I would have done that since years ago, and of course, my efforts would go beyond writing honest and authentic posts. I would have focused solely in writing posts consisting of fashion wear like other bloggers. I would have given tips and suggestions on traveling than my personal perception towards the experience. I would have just posted "Pinterest" or "Instagrammable" photos. At the same time, I could join other community bloggers or hijaber communities to expand my blogger network. I would accept several collaborations that come from Indonesian companies and even a recent offer from an London-based international ad company. But as you can see, I don't do any of that simply because I value my blog much more than just a tool to elevate myself in other people's eyes and make business out of it. From the first time I discovered blogging, I've always been interested with blogs that I can identify with, blogs that have a feeling, blogs that can bring me to that person's world. And maybe it's the reason why I put mine into that direction. I don't know what kind of blogger I will become in the future, but at least for now, that's still my preference". That was my answer to them. But these past few weeks, that question has been echoing again in my mind. I feel like they weren’t looking for an answer to the question, but at the same time I couldn't see the missing gap between my answers and their questions until last night, when my mom called me and suddenly brought up this question out of nowhere. Well, I assume she just read the comments from the previous posts on my blog and started to realise that I have some blog readers.

"It's good that you found your passion through blog. But what kind of person do you want to show from your blog? A young woman who can cope with her struggles, yet would occasionally allow herself to disclose her vulnerability to the public? We decide how other people see us, we are the one who make those impressions through everything we post on our social media. So whether you write something for certain purpose or not, what you write would eventually influence the readers' perception towards you". I kept quiet when my mother said that because suddenly I remembered the other time when I heard that there was someone who had been talking behind my back, claiming that I was the catalyst of my friend's falling out with her boyfriend because I'm the type of woman who does not need a "man". That time, I actually just posted something on my blog about how being single isn't something bad. I wrote that because I felt burdened with my then-status because of the society’s negative view on being single. So I wrote that post hoping to change that perception, that sometimes it's okay to be single and there are even some benefits to it. What I didn't realise earlier that not long before that, I also wrote my thoughts about single woman and PhD. But did I intentionally create the idea that I am an independent woman who is against relationships? Nope. Not at all. That time I wrote all of those things simply because I felt like I was a victim of social paradigm about my position as single woman who wants to pursue a higher education degree than most women and men in my age, which hinder me to have new relationship. In this case, I just realise that I build a certain impression of myself to other people, which I didn’t expect. I used to be ashamed about myself in many ways before, simply because what I am and what I do, more than not, do not fit with what most people are and do. I spent more than half of my life being embarrassed with myself and struggling with self-confidence. To be frank, I'm still struggling sometimes, and I think I would continue to feel this way for the foreseeable future. Through this blog, I simply want to share my experiences once I pass through said struggles in life and if I cannot hold my feelings alone, I will implicitly (or explicitly, albeit unintentionally) tell my personal (and sometimes, if not most of the time, sentimental and vulnerable) stories. But having this conversation with some people, I understand that despite my initial intention to simply just share my experiences that I hardly get from the society I live in, I need to be more aware and rather be careful of what I write and post in here (and Instagram), because I would both intentionally and unintentionally have created particular impression about myself to other people. To conclude, self-branding is not only for influencer or celebrity, but even for us, as common people. Because if we give false impression, that would be burden on our shoulders.

SH A RE O N FA CE BO O K

PIN O N PIN T E RE ST

SH A RE O N T W IT T E R

1 4 C OM M ENTS:

Pernahkah kamu melewati masa dimana kamu merasa begitu banyak hal – hal buruk menimpamu dalam satu waktu yang berdekatan, hingga membuatmu berpikir, dari karma yang mana lagikah yang sedang semesta balikkan ke hidupmu? Kalo mau bikin satu postingan tentang hal – hal menyebalkan yang saya lalui selama seminggu ini, mungkin postingan ini akan menjadi lebih panjang dari yang saya publish sekarang. Tapi kejadian tadi sore membuat saya tersadarkan kembali bahwa diantara banyak hal buruk selalu ada kebaikan yang tidak saya sangka dan datang dari orang - orang yang tidak saya sangka juga. Di lain waktu akan saya ceritakan apa yang terjadi dengan saya, namun kali ini saya lebih tertarik untuk menceritakan pengalaman yang saya dapatkan ketika di Semarang, sebuah kota yang tidak pernah saya sangka sebelumnya, akan menyentuh hati saya karena kebaikan yang diberikan oleh orang orang yang saya temui selama disana.

Saya ingat betapa resahnya hati saya ketika sudah mendekati waktu dimana saya harus memulai riset saya di Semarang. Enggak ada yang familiar bagi saya, baik kota maupun orang - orang di dalamnya. Bisa dibilang, satu - satunya orang yang saya kenal adalah Iluk, salah seorang teman blogger yang selama ini hanya saya temui di blog, atau di Instagram-nya. Pertama kali kenal Iluk karena kepo setelah dia men-tag saya di salah satu postingannya saat ia membeli buku saya. Terus iseng - iseng buka blog-nya, langsung merasa ada beberapa persamaan diantara kami. Tapi yang namanya teman di duna maya, rasanya masih terasa seperti "orang lain" hingga beneran ketemu di dunia nyata. Makanya terlepas dari keyakinan saya bahwa kami akan cocok ketika bertemu dan tentunya tawaran - tawaran baik dari Iluk untuk menemani saya jalan - jalan selama di Semarang, yang cukup menenangkan hati saya, masih ada rasa cemas yang menyelimuti saya ketika sampai di kota ini. Tapi enggak butuh waktu lama untuk melihat dan merasakan kebaikan orang - orang di kota ini. Mulai dari kehangatan para mahasiswa UNDIP yang sempat membantu saya survey disana; yang sejujurnya sedikit saya dapatkan dari para surveyor di Bandung yang *padahal* berasal dari almamater saya. Belum lagi warga kampung yang menjadi responden riset saya, sebagian besar dari mereka sangat welcome untuk membantu saya mengumpulkan informasi yang saya perlukan dari mereka. Bapak penjaga kosan saya, Pak Midi, yang dengan sangat baik membuat susu jahe setiap malam dan sarapan untuk saya yang memang saat itu sempat enggak enak badan selama beberapa hari; dan itu hanya dari kepekaan beliau ketika mencium bau kayu putih ketika berpapasana dengan saya di dapur. Mas Adin dan Mas Bagus, perwakilan dari Komunitas Hysteria, yang juga sangat welcome dan membantu saya mengumpulkan informasi untuk riset saya. Hingga ke pihak pemerintah pun, yang awalnya paling bikin saya skeptis, ternyata sangat mudah mewawancarai mereka. Karena pertolongan dari mereka itulah yang membuat pengambilan data riset saya selama di Semarang lebih cepat dari yang saya rencanakan, dan tentunya membuat beban saya terasa lebih ringan.

Diantara berbagai orang - orang baik yang saya temui, tentu aja yang paling berjasa menemani saya selama di Semarang adalah Iluk. Mulai dari mengajak saya untuk bermalam di rumahnya ketika malam takbiran dan menghabiskan Idul Adha bersama di puncak-nya Semarang, which is something I highly appreciate, karena merayakan lebaran sendirian di kota yang enggak familiar adalah salah satu yang sempat saya cemaskan sebelumnya. Dan Iluk yang tampaknya udah mulai menyadari bahwa saya tipe orang yang enggak enakan, berhasil meyakinkan saya untuk ikut ke rumahnya. "Enggak usah enggak enakan kak... Aku tuh dulu pernah di posisimu, Kak.. jadi tau rasanya menjadi anak rantau yang kaya anak ilang. Tapi aku bersyukur banget di saat itu banyak dibantu orang lain. Makanya aku juga mau ngelakuin hal yang sama". Kurang lebih begitu jawabannya, ketika melihat saya bolak - balik merasa enggak enak karena udah banyak merepotkan. Mulai dari nemenin kuliner ke berbagai tempat yang bisa dipastikan enggak akan saya coba kalo enggak dibawa Iluk, seperti salah satunya yang jadi favorit saya adalah kuliner di taman segitiga, nasi goreng Padang Bangjo, dan Tavern; nemenin benerin laptop saya yang tiba - tiba enggak bisa dinyalain; nemenin jalan - jalan ke Kampung Pelangi dan Kota Tua Semarang; dan lebih dari itu semua, berhasil membuat hari - hari saya di Semarang lebih menyenangkan dari yang saya pikirkan sebelumnya dengan berbagai candaan receh kami. Makasih banyak, Iluk, udah jadi adik, teman, kakak (karena seringkali lebih wise dariku), dan sahabat pelipur lara :3 P.S: Luk, jangan sampe diabetes ya abis baca postingan yang kalo kata anak - anak milenial "sweetness overload". HA.

SH A RE O N FA CE BO O K

PIN O N PIN T E RE ST

SH A RE O N T W IT T E R

5 C OM M ENTS:

Ada satu hal yang saya sadari setelah berkunjung ke Berlin: never listen to what other people say about one place; just go, see, and experience it by yourself. Setiap orang punya persepsi dan pengalaman akan suatu tempat yang hampir dipastikan akan selalu berbeda. Ini kedua kalinya saya cukup termakan oleh omongan orang lain yang membuat saya udah judging kota tersebut sebelum mengunjunginya. Jadi setelah mendengar dari teman saya yang juga berkecimplung di Planologi dan berkata bahwa Berlin enggak begitu rapih dan bersih dibandingkan Rotterdam, bagi saya julukan Berlin sebagai "kiblat para hipster dan komunitas kreatif di dunia" tidak lagi begitu menarik. Tapi nasib berkata lain. Suatu hari adik saya memasukkan Berlin ke dalam itinerary Eurotrip kami. Katanya dia sudah lama penasaran ingin melihat kota tersebut. Akhirnya saat itu saya menyetujuinya karena rute perjalanan kami saat itu memang melewati Berlin. Siapa sangka, setelah saya lihat kembali foto - foto saya setahun yang lulu saat pergi kesana, ada beberapa hal yang membuat kota ini lebih menarik dibanding kota yang saya tinggali.

• Hackescher Markt • Salah sudut kota yang menjadi favorit saya adalah daerah Hackescher Markt yang berada di Mitte District. Begitu banyak tempat menarik, dan yang paling saya suka dari area ini adalah karena tidak terlalu banyak turis disini dibandingkan daerah Mitte lainnya seperti Alexanderplatz, Museum Island, dan Bradenburg Gate. Perjalanan ke Hackescher Markt bisa dimulai dari naik kereta dan turun di S-Bahn Hackescher Markt yang merupakan stasiun favorit saya dengan arsitekturnya yang begitu cantik dan bagi saya pribadi ini menjadi salah satu ciri khas Berlin yang paling membekas di ingatan saya, beserta dengan keretanya yang tua namun justru membuat saya merasa seperti berada di masa tahun 80-an! Lalu begitu keluar stasiun langsung disambut dengan hustle bustle Hackescher Markt yang ramai oleh restauran dan coffee shop. Dilanjutkan dengan mengunjungi ruang kreatif publik di Hackescher Höfe (yang entah mengapa mengingatkan saya dengan Little London di Perth), membuat saya terpesona oleh arsitektur dan taman kecil yang sangat asri dipenuhi begitu banyak tanaman rambat dan pepohonan di dalamnya. Dan untungnya saya sempat dua kali bolak - balik di depan tempat ini, karens hampir saja saya melewati ruang kreatif lainnya yang tepat berada di sebelahnya, namun dari luar terlihat seperti 'gang' biasa, yang ternyata Haus Schwarzenberg, begitu tempat ini disebut, dipenuhi oleh anak muda yang tertarik untuk mengunjungi bioskop indie, mengunjungi toko yang isinya local brands, atau sekedar mengobrol di outdoor café serta bar.

• Monbijou • Area lainnya yang juga saya rekomendasikan adalah Monbijou Park, yang saat musim panas diisi dengan banyak kursi menghadap River Spree dan Bode Museum. Di saat cuaca sedang baik (re: enggak hujan), begitu banyak orang yang duduk di sepanjang River Spree. Baca buku, minum bir, melukis, berkumpul bersama orang - orang tersayang, hingga berdansa. Di belakangnya juga terdapat Monbijou Theater yang menyediakan sensasi menonton teater di ruang terbuka, mulai dari Shakespeare hingga Goethe; atau bisa ikut program Tango yang biasa diadakan sore hari. Nah, setiap hari Sabtu dan Minggu, di sekitar Bode Museum juga biasa diadakan flea market yang menjual berbagai macam barang bekas dan vintage, mulai dari buku, pakaian, vinyl records, hingga pernak pernik antik lainnya. Sebenarnya yang iconic itu adalah flea market yang di Mauerpark. Tapi sayangnya waktu itu enggak sempat kesana karena hanya diadakan Minggu, sedangkan Minggu pagi udah pergi ke Praha. Meskipun enggak sepopuler dan sebesar yang ada di Mauerpark, tapi datang ke flea market yang ada di Bode Museum ini sangat terobati kok :')

• Historical Sites • Selain berbagai sisi kota yang kreatif dan berwarna, masih banyak sisi kota Berlin yang terasa kelabu dibandingkan Rotterdam. Mungkin karena kebanyakan bangunan disini yang sudah tua, yang tentunya berbeda dari Rotterdam yang dibangun kembali sebagai kota modern sejak pengeboman Perang Dunia Kedua. Namun harus saya akui, yang juga membuat kesan paling mendalam dari Berlin adalah berbagai sisi kota yang menyimpan berbagai sejarah yang dimilikinya. Belum pernah saya merasa begitu tertarik dengan sejarah sebuah kota seperti yang saya rasakan terhadap Berlin. Sekalipun sebagian besarnya adalah kenangan yang beget memilukan seperti Topography of Terror yang dulunya menjadi pusat penganiayaan dan penjara Nazi terhadap kelompok – kelompok masyarakat yang dianggap bertentangan dengan paham Nazisme. Tempat lainnya yang juga menjadi bukti kekejaman Nazi dibawah kepemimpinan Adolf Hitler adalah Holocaust Memorial, tempat yang mengingatkan akan peristiwa Holocaust, pembunuhan massal terhadap sekitar enam juta kaum Jewish. Dan tentunya, East Side Gallery, Berlin Wall dan Checkpoint Charlie sebagai pembatas yang memisahkan antara Berlin Timur dan Barat selama 28 tahun, menjadi saksi paling nyata akan adanya Perang Dingin. Sebenarnya masih banyak tempat yang ingin saya kunjungi di Berlin, tapi apa daya, waktu yang kami miliki hanya tiga hari dua malam. Semoga masih ada kesempatan lagi datang ke kota ini dan bisa masuk ke beberapa museum, termasuk diantaranya Reichstag, Bode Museum, Charlottenburg Palace, dan Alte Nationalgalerie.

SH A RE O N FA CE BO O K

PIN O N PIN T E RE ST

SH A RE O N T W IT T E R

5 C OM M ENTS:

Newer Posts

Home

Subscribe to: Posts (Atom)

BLOG DESIGN BY KOTRYNABASSDESIGN

Older Posts

Kuliah (dan Beasiswa) ke Luar Negeri "Kenapa sih kamu mau kuliah di luar negeri? Bu kannya enggak enak ya, harus adaptasi lagi sama budaya setempat, ngomong harus pake bah... Perempuan, S3, dan Jodoh Kalau kamu perhatikan atau sering baca tulisan di blog saya, kamu pasti paham bahwa saya bukan termasuk orang yang suka menye-menye atau me... Sebuah Cerita Tentang Hijab Beberapa waktu lalu saya sempat bertemu dengan dua teman lama. Pertemuan saya yang pertama ditemani dengan salah seorang sahabat lama yang... My Secret Garden I shouldn't have written this post nor show the pictures to you cause I would probably regret this, uncovering a secret place which has... Tweedehands Saat itu saya masih duduk di bangku SMA ketika pertama kalinya kakak perempuan saya mengajak dan membawa saya untuk mencari "harta kar... The Hardest Battle : My Fight Against Depression Percaya atau enggak, tulisan ini udah tersusun rapih semenjak delapan bulan yang lalu, tepatnya tanggal 17 Desember 2016. Saat itu akhirnya... Setengah Perjalanan di Seperempat Abad Banyak orang menjadikan usia dua puluh lima sebagai salah satu acuan 'kualitas' hidup mereka. Sejauh mana mereka sudah mencapai mim...

Smile Life

When life gives you a hundred reasons to cry, show life that you have a thousand reasons to smile

Get in touch

© Copyright 2015 - 2024 PDFFOX.COM - All rights reserved.