Deo Lumoindong's Creativity Zone [PDF]

Oct 1, 2017 - Kemauan Beato Charles de Foucauld untuk menjadi bagian dari masyarakat Tuareg ini membuatnya diterima baik

3 downloads 14 Views 3MB Size

Recommend Stories


DEO
Sorrow prepares you for joy. It violently sweeps everything out of your house, so that new joy can find

[PDF]Explaining Creativity
So many books, so little time. Frank Zappa

Read PDF Explaining Creativity
This being human is a guest house. Every morning is a new arrival. A joy, a depression, a meanness,

Read PDF Explaining Creativity
Live as if you were to die tomorrow. Learn as if you were to live forever. Mahatma Gandhi

Online PDF Explaining Creativity
When you talk, you are only repeating what you already know. But if you listen, you may learn something

Satya Deo
Don't watch the clock, do what it does. Keep Going. Sam Levenson

Prvi deo
Seek knowledge from cradle to the grave. Prophet Muhammad (Peace be upon him)

Creativity
Don't be satisfied with stories, how things have gone with others. Unfold your own myth. Rumi

PRVI DEO
Life isn't about getting and having, it's about giving and being. Kevin Kruse

creativity
Never wish them pain. That's not who you are. If they caused you pain, they must have pain inside. Wish

Idea Transcript


More Next Blog»

Create Blog Sign In

Deo Lumoindong's Creativity Zone Berisi Karya-karya Deo Lumoindong

01 Oktober 2017

Meet Electrihound!

Beasiswa President University Mungkin kalau ngomongin soal beasiswa universitas di bulan-bulan begini rasanya kepagian. Tapi tenang aja, gue bukan lagi mau promosi universitas kok, gue cuma pengen cerita tentang pengalaman gue dapat beasiswa di President University. Jadi, sebenernya gue gapernah punya pikiran buat daftar di President University (selanjutnya Presuniv). Alasannya simpel, MAHAL! Gw ngeluarin duit 50 ribu buat makan aja mikirnya berkali-kali, apalagi 300 juta buat kuliah? Ya emang sih kalau buat pendidikan pasti orang tua bakal berkorban, tapi kan kasian juga orang tuanya. Dan dalam rangka 'membantu' orang tua, gw berusaha buat ikut lomba-lomba, apalagi yang ada embel-embel hadiah cashnya. Dan waktu gue kelas 11 (2 SMA), gue ngeliat ada poster INEC 2015 yang hadiahnya Cash+Scholarship. Apaan tuh? INEC itu kepanjangan dari INTERACT National Essay Competition. INTERACT (Interactive Communication Training) sendiri adalah event yang (biasanya) diadakan tiap tahun oleh Presuniv. Tapi tahun 2017 ini digabung sama PYLC (President Youth Leadership Camp). Gue berani daftar karena gue rasa Inggris udah kayak bahasa kedua gue, karena gue dulu di preschool dan kindergarten (KB dan TK tapi sistem Inggris) dan kalo gue ngomong pake Bahasa Indonesia, teacher-nya (orang Indonesia juga sih) gak bakalan jawab.

adopt your own virtual pet!

Balik lagi ke cerita, jadilah gue ikut INEC. Gue daftar sendiri tanpa sepengetahuan orang tua gue. Daftarnya juga ngepas banget hari terakhir pendaftaran. Bikin essaynya juga mepet-mepet banget, 3 hari terakhir. Bahkan saking mepetnya gue sampai ngedit essay di mobil pake hp gue. Sesudah 3 hari bergulat dengan tulisan, gue kirimlah essay gue. Nah, saat inilah baru orang tua gue tau kalau gue ikut lomba itu, pas gue minjem kartu atm buat transfer biaya daftarnya (waktu itu gue belum punya KTP, jadi belum bisa bikin rekening). Dan gue pun ditanyain kapan pengumumannya.

Follow by Email Email address...

Bulan September 2015, diumumkanlah pemenang INEC 2015, dan Puji Tuhan gue dapat Juara 1. Gue juga diundang buat ikut acara INTERACT nya, yang berfaedah juga. Dalam pikiran gue udah terngiang-ngiang cash prize nya. Scholarship sih urusan belakang (ngaco juga gue ya, haha).

Submit

Clock

Popular Posts Puisi Indonesiaku

Juara 1, yeay!

Beasiswa President University Mungkin kalau ngomongin soal beasiswa universitas di bulanbulan begini rasanya kepagian. Tapi tenang aja, gue bukan lagi mau promosi unive...

Ketika gue kontak CP (Contact Person) nya soal sertifikat (yang waktu itu ada kendala), CP nya ngasih tau kalau hadiah juara 1 itu full scholarship (beasiswa penuh), dan cash hanya untuk juara 2 dan 3. Gue sempet kecewa, tapi setelah gue pikir-pikir lagi, full scholarship Presuniv jauh lebih bisa ngebantu orang tua gue ketimbang cash. Bayangin aja, 300 juta ! Gak mungkin juga kan hadiah cashnya 300 juta haha. Selain itu ada hal yang gak terduga lagi. Gue kira jurusannya pasti Communication, kan ini lombanya berkaitan dengan media sosial, eh ternyata bebas! Asik banget kan? Langsung lah gue bilang gue minta Electrical Engineering, jurusan yang gue mau.

Bangga Akan Kebhinekaan Radikalisme telah menjadi trending topic saat ini. Beritaberita di televisi, surat kabar, dan internet (termasuk media sosial) serin...

Waktu pun berlalu, sampai suatu ketika ada mas-mas yang mampir depan rumah gue. Ternyata dia nganterin surat dari Presuniv yang isinya berbagai ketentuan beasiswa. Secara spontan gue langsung...... gak daftar lagi, meskipun gue sebenernya masuk kriteria buat beasiswa Bright 1.

Frame Fast 3 Beberapa Frame yang didapat dari FAST Photo Club

Tapi semua gak semulus yang gue pikirin. Begitu gue dikirimin Letter of Acceptance-nya via e-mail, yang tertulis malah jurusan Management. Lah kok gitu? Langsunglah gue kontak Ketua Panitia INEC 2015. Katanya, tinggal isi Change Major Form aja. Gue bingung karena di form itu tulisannya dari School of Business gak bisa pindah ke School of Engineering tanpa tes lagi. Tapi gue coba aja, dan ternyata bisa pindah ke Electrical Engineering tanpa tes lagi.

Klinik Fotografi Kompas (KFK) Beberapa foto yang dimuat di KFK Kompas

Social Media and Z Generation SELAMAT HARI SOSIAL MEDIA! Berikut adalah salah satu essay (dalam Bahasa Inggris) mengenai Sosial Media yang pernah saya tulis dan telah

sa...

FRAME FOTO TERPILIH

Model-Model

Letter of Acceptance dengan jurusan Management :v

Foto-Foto Yang berhasil (bagian 1) Halo teman-teman, mungkin teman-teman sudah lama menunggu postingan baru dari saya.......... Maaf ya..... karena sedang renovasi blog...... ...

Demikianlah ceritanya gue jadi masuk President University. Kalau ada yang penasaran essaynya kayak gimana bisa dicek di sini. Udah ah gue mau lanjut belajar Laplace Transform dulu haha Diposting oleh Deo Lumoindong di 3:10:00 PM

6 komentar:

FRAME ARTISTIC FLOWER Frame dari Artistic Flower 04 September 2017

Kebhinnekaan Allah Label Cloud Puis Kebangsaani

Oleh: Deo Lumoindong

Allah sangat mengasihi manusia, sebagai ciptaan-Nya yang paling sempurna. Tercatat ada puluhan ayat dalam Kitab Suci yang menyatakan hal ini. Kasih Allah seringkali digambarkan begitu besar sampai Ia rela mengorbankan putra-Nya, Yesus Kristus, untuk menyelamatkan manusia (Yoh 3:16). Dalam Perjanjian Lama, sering ditemukan perbandingan antara Kasih Allah dengan kasih antara pasangan kekasih (Kidung Agung), dan juga antara ibu dan anak (Yes 49:15). Namun, ada satu hal yang tidak dijelaskan secara rinci dalam Kitab Suci, yaitu bagaimana sesuatu dapat dinyatakan sebagai suatu bentuk Kasih Allah pada manusia. Banyak orang yang terjebak dalam suatu pemikiran bahwa Kasih Allah hanya terbatas pada hal-hal rohani spiritual, dan tidak berupa hal yang berwujud atau bersifat duniawi. Keabstrakan pemahaman akan Kasih Allah memicu beberapa pertanyaan. Allah siapakah yang lebih mengasihi manusia? Allah orang Katolikkah? Atau Allah dari orang-orang beragama lain? Sampai kini, tidak ada suatu penelitian yang mampu menjawab pertanyaan itu. Banyak ahli dan pemuka agama yang berspekulasi bahwa semua agama pada dasarnya menyembah satu Tuhan yang sama. Paus Fransiskus (2013), dalam sebuah wawancara dengan La Repubblica, menyatakan bahwa Tuhan bukan Katolik, tetapi Tuhan adalah universal. Agama yang berbeda muncul karena perbedaan cara manusia (yang terbatas) mengartikan Tuhan yang tidak terbatas (Gerung, 2013).

Puisi Hari Ibu puisi kepahlawanan Puisi Suara hati Puisi Suara Hati 2

Find me on Instagram

Your widget needs to be updated Please visit our help section for more info or SnapWidget to update your widget.

Konsep Allah atau Tuhan yang berbeda-beda itu memunculkan pemahaman berbeda tentang Tuhan. Gus Dur, ulama besar NU dan Presiden ke-4 RI pernah menyatakan suatu lelucon yang terkenal. Beliau mengatakan bahwa penganut agama Kristen (baik Katolik dan Protestan) sangat dekat dengan Allah karena memanggil Allah dengan sebutan ‘Bapa’. Penganut agama Hindu cukup dekat dengan Allah karena memanggil Allah dengan sebutan ‘Om’ (Gus Dur mengartikan Om sebagai paman). Sedangkan penganut agama Islam sangat jauh dengan Allah karena harus memanggil-Nya dengan pengeras suara masjid (Mahaputra, 2015). Keragaman pemahaman tentang Allah ini seringkali memicu perdebatan antar agama. Menyadari adanya perbedaan konsep Allah dalam berbagai agama, Gereja Katolik membagi jenis dialog antar agama menjadi 4 (empat) jenis, yaitu; Dialog Iman, Dialog Karya, Dialog Kehidupan, dan Dialog Teologis. Dialog Iman dan Dialog Teologis adalah dialog-dialog yang berkaitan dengan kepercayaan masing-masing agama dan pengalaman terkait, sedangkan Dialog Karya dan Dialog Kehidupan merupakan dialog yang tidak menyentuh sistem kepercayaan dari suatu agama, tetapi lebih kearah kehidupan duniawi (Wongjomporn, 2015). Kedua dialog terakhir inilah yang dapat digunakan untuk menyatakan Kasih Allah dalam kebhinnekaan Indonesia. Kerjasama antar umat beragama adalah tujuan Dialog Karya. Melalui kerjasama inilah dapat tercipta persatuan umat beragama tanpa bersinggungan dengan kepercayaan masing-masing. Kesatuan dalam perbedaan ini merupakan wujud Bhinneka Tunggal Ika dan sekaligus merupakan wujud Kasih Allah. Kasih Allah mampu mempersatukan perbedaan. Di sisi lain, perbedaan itu adalah Kasih Allah yang mewarnai kehidupan manusia. Selain itu, Kasih Allah juga dapat dinyatakan melalui hasil dari kerjasama antar umat beragama, yang diharapkan mampu mencerminkan kehadiran Allah dalam kehidupan manusia. Dialog Kehidupan tidak jauh berbeda dengan Dialog Karya. Dalam Dialog Kehidupan, kita berusaha mengomunikasikan Kasih Allah, apapun wujudnya, melalui kehidupan sehari-hari. Dialog Kehidupan dicontohkan oleh Beato Charles de Foucauld (1858-1916), seorang misionaris Perancis yang ditugaskan di tengah suku Tuareg, Aljazair. Dia tidak hanya berkhotbah melalui kata-kata, tetapi melalui karya yang tidak ada hubungannya dengan Iman Katolik. Ia menulis kamus Tuareg-Perancis dan Perancis-Tuareg. Ia juga mempelajari tradisi suku Tuareg dan mau menjadi bagian dari mereka. Kemauan Beato Charles de Foucauld untuk menjadi bagian dari masyarakat Tuareg ini membuatnya diterima baik oleh masyarakat Tuareg, meskipun kemudian akhirnya ia dibunuh oleh gerombolan bandit yang juga berasal dari suku Tuareg. Cerita Beato Charles de Foucauld ini menjelaskan betapa banyaknya cara untuk menyatakan Kasih Allah, dan tidak harus melulu terfokus pada karya gerejawi. Bertolak dari dua jenis dialog di atas, Kasih Allah mampu dinyatakan dalam kebhinnekaan melalui karya-karya yang terlihat ‘tidak religius’. Apabila kita berfokus pada hal-hal yang bersifat religius, seperti Dialog Iman dan Teologi, maka yang akan kita dapatkan hanya sebuah debat tanpa akhir yang menjurus ke arah uniformisme dan sinkretisme (Don Matteo, 2011). Dialog Karya dan Dialog Kehidupan merupakan cara menyatakan Kasih Allah dalam kebhinnekaan Indonesia. Kasih Allah merupakan suatu hal yang tidak terbatas, karena Allah adalah Kasih (1 Yoh 4:8) dan Allah tidak terbatas. Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk menyatakan Kasih Allah dalam kebhinnekaan? Tentu ada banyak hal yang dapat dilakukan sesuai talenta yang diberikan Allah pada kita. Jika talenta kita adalah mengajar, maka ajarilah orang-orang yang ada di sekitar kita agar wawasan mereka menjadi luas. Jika talenta kita adalah bermusik, hiburlah orang-orang yang ada di sekitar kita agar mereka menjadi gembira. Kesimpulannya, gunakan apa yang sudah diberikan Allah pada kita untuk menjadi berkat bagi orang lain, apapun agamanya. Dengan demikian, Kasih Allah akan terwujud dalam kebhinnekaan. Referensi 1. Don Matteo. (2011). Dialog Agama: Dialog Kehidupan. Diterima tanggal 7 Agustus 2017 dari http://www.kompasiana.com/matteo/dialog-agama-dialog-kehidupan_55009e30a33311237051176e 2. Gerung, R. (2013). Mengapa Ada Banyak Agama? Diterima tanggal 10 Agustus 2017 dari http://www.anakbertanya.com/mengapa-ada-banyak-agama/ 3. Kompas.com (2013). Paus Fransiskus: Saya Percaya Tuhan, tetapi Bukan Tuhan Katolik. Diterima tanggal 7 Agustus 2017 dari https://app.kompas.com/amp/internasional/read/2013/10/08/2338024/Paus.Fransiskus.Saya.Percaya.Tuhan.tetapi.Bukan.Tuh an.Katolik 4. Lembaga Alkitab Indonesia. (2007). Alkitab Deuterokanonika. Jakarta, Indonesia: Lembaga Alkitab Indonesia 5. Mahaputra, S. (2015). Humor Gus Dur: Siapa Paling Dekat dengan Tuhan? Diterima tanggal 10 Agustus 2017 dari https://m.dream.co.id/orbit/humor-gus-dur-siapa-paling-dekat-dengan-tuhan-150318p.html 6. Wongjomporn, S. (2015). Dialogue in Asia with Ethnic (Traditional) Religions. Dialogue with Religions in Asia and Interreligious Marriage. Pattaya, Thailand: FABC (Federation of Asian Bishop’s Conferences)

Diposting oleh Deo Lumoindong di 8:14:00 AM

Tidak ada komentar:

10 Juni 2017

Social Media and Z Generation SELAMAT HARI SOSIAL MEDIA! Berikut adalah salah satu essay (dalam Bahasa Inggris) mengenai Sosial Media yang pernah saya tulis dan telah saya sesuaikan dengan kondisi saat ini, Semoga bermanfaat

Ilustrasi Sosial Media (sumber; solopos.com)

Social Media and Z Generation’s Morality By : C Williem Deo Lumoindong Who are alien with social media? Nowadays, there are only a few, aging conservative community who will raise their hands up. Almost all people, especially in the city walk around while keeping their “precious glowing thing” called gadget. Yes, they’re precious, and of course, they’re glowing. And what they open on their gadgets? Mostly, they open some social media based applications. Our world has changed by the presence of social media. Chat applications quickly replace SMS and phone calls. The main reason is chatting is far cheaper than both conventional ways of telecommunication. But now, what are their impacts for the so-called Z generation? First, what is Z generation? According to some reliable sources, Z generation refers to peoples born 2000s (some other said mid-late 1990s). This generation has experienced many technological advances, which made their life easier. One of those technological advances is the social media. Like or dislike, the social media have changed our life. First, we will cover about the impacts of social media to our life, and then we will answer this question; “ What is the tie between social media and Z generation’s morality.” Social media brings both positive and negative impacts to our life. The first positive impact is the social media tends to bring us closer to our far relatives. Imagine how much international phone calls fare that you must pay in case you want to talk to your aunt in America. Or how much time you must spend to wait your cousin in Denmark replies your message about your holiday experiences? Now it becomes much cheaper. You only need to purchase a data plan for a month and start chatting with your ‘international relatives’, or just make a “free call” from some prominent chat applications available out there, in case you want to talk with them. Then, social media also provides a really wide opportunity to discover our hidden passions. Why? Because social media gives us many chances to discover new things, including the ones we have never know existed. And, if we get hooked to it, social media also provides us opportunities to learn more about it, since there are more and more social media-based online courses out there. Then, the bad impact is the social media has brought most of our Z generation to the brink of moral decadence. The social media, that was intended to make life easier and increase the Z generation’s life quality, was used to spread some provocative acts. I’ve came across some provocative accounts on social media, and they have their own way to spread that character-breaking acts, including hoax spreading, hate speech and worse, treasonous contents or contents which related to an (or some) act(s) of treason. As the tide of radicalism come closer, both racial and religious-based hate speech are quickly spread. This condition leads to the spread of treasonous contents, including desecrations of National Identity, Symbols, and Officers (such as President, Governors, etc.) which are easily found on social media nowadays. Luckily, Indonesian Police (POLRI) reacted relatively quick and successfully arrested some of those treasonous content makers and uploaders, although I personally believe there are still a lot of them outside. Nowadays, we can see people share news about crimes via social media. But we must pay more attention when sharing news, especially if the news was sadisticthemed and had a “disturbing picture”. Not only disturbs the reader, those news had a chance to triggers crimes. Some prominent psychiatrist stated that most of today’s criminal “learns” to do their acts by seeing it before, and unconsciously records them. Then, in certain situation, usually involves economic pressure, they did it, unconsciously. Those psychiatrists called this as “recorded crimes”.

Social media also opens a wide opportunity for cyber crimes. The most common type of cyber crime is scamming. Social media provides those scammers nearly everything they need to set up their scams. For example, social media allows them to create some accounts with (mostly) fake information without being detected, unlimitedly. So, they can easily scam other users, anonymously. Those scams also lead to various low-risk crimes such as fake transactions and fake lotteries, to highrisk real-life crimes such as abductions, sexual abuses, and also assassinations, with abductions as the first-ranker on Indonesia with 7 cases per month in 2010, according to KPAI. For the last three cases, survey shows that most of the victims are low or even uneducated women and girls. And the reason is really simple, because those scammers fake their pictures on social media. Most of the victims are quickly attracted by the scammer’s picture posts (usually the handsome one), which are taken from internet for free, easily. Then, those scammers lure them by chatting to meet up with them on a certain location, usually far from their home. Many of them never come back home again. Not only become victims of the cyber crimes, some members of Z generation also become the suspects of the cyber crimes. Mostly involves “carding”, or using someone’s credit card, obviously without permission to buy something from the online shops, such as eBay. What is the tie between “carding” and social media? Simple, social media provides the detailed carding tutorials, complete with the list of “usable” credit card details needed for those transactions. Most of carders are teenage gamers, who need money to purchase in-game currencies to support their gaming progresses. The second biggest participants are teens who didn’t have money to buy something that was quite expensive, and the rest are “casual carders” who practice carding just for fun. For example, buy foods to support their party or activities. Or the most unnecessary, they do "carding" just to trap someone with those purchases. Usually, those carders didn’t think that “carding” is a serious crime. However, “carding” can triggers some bank-related crime. Data stealing and card-faking activities also start from “carding” habits. Further, “carding” can lead to big scale bank-related crime such as ATM frauds and robberies, or even bank robberies. Luckily, police has uncovered this crime, and take it seriously. In 2003, police successfully caught a group of teenage carders in Bandung. Considering this event was in 2003, long before it was popular, our cyber police have worked brilliantly. Then, a “carding syndicate” consists of 33 Chinese men also caught in their hideout after hacking a large sum of purchases, using a company’s identities. As an inseparable part of internet, social media misuse became one of the biggest factors which sparked the positive internet movements. Maybe, most people think that positive internet movements only covers about improper websites issues, but actually, social media are also internet. So, positive internet movements have to cover social media-related problems too. But, we must note that positive internet movements, whom are limited, can’t control an unlimited information flow across social media. Morale plays an extremely important role in this case. Since there are no barriers and filters that strong enough to prevent bad information’s flow across the social media, the Z generation is still prone to bad influences. The only thing that can (at least) minimize the flow of bad information across the social media is the Z generation’s morale itself. If since the childhood this generation has been taught in a right way, they can filter any information they have got from social media

On the other side, social media was an excellent media to promote something, as social media provides a really wide opportunity to discover anything, anywhere, anytime. There are already numerous evidences about social media’s role to bring a huge success to an event. One of them is the number of international participants in 2014 Indonesian Presidential Election was increased by 83% after KPU decides to promote the election on social media. This significant increase was enough to prove that social media has a great impact for an event’s success. So, if morale plays an extremely important role to save the Z generation from bad impacts caused by the uncontrolled information gathered from social media, and social media itself is an excellent media to promote something, we have to make use of it. We can start campaigning about using social media wisely, or start to post morale-building things. More friends you have got, more people will read it. And if more and more people read morale-building posts, they will be encouraged to build their morality. If more people have a well-built morale, then more people can filter information gathered from social media, so the number of cyber crimes will be decreased. Parental guidance also plays an extremely important role in this case. I have conducted a short survey on my own social media account’s feed. The result is teenagers, whose parents guide their usage of social media, or even just befriend them on social media, posts better things than whose parents didn’t involved in their social media activities. Teenagers (who were members of Z generation) without parental guidance often includes bad words in their posts, because they are uncontrolled, and freely posts anything they want.

This simple thing will lead those unguided teenagers to an uncontrolled temperament, and easily provoked traits, that they would like to regret later. The guided teenagers will found themselves a little bit limited at first, so they try to avoid their parent’s anger by using polite words on their posts, but later it will become a good habit of polite posts and comments Now, we will go back to our main question. What is the tie between social media and Z generation’s morality? The tie is, Z generation’s usage of social media affects Z generation’s morality, and Z generation’s morality affects their usage of social media. If the Z generation uses social mediafor the proper purpose, either use it tocommunicate with their family, make new friends, or utilize it as a media to develop their abilities (even discover their hidden abilities), they will start building their morality, and after their morality was built, they will use social media wisely. If Z generation uses social media for the improper purpose, such as setting up scams, sending brawl invitations or posting provocative things which lead to acts of treason, they will end up with a broken morality, and trapped in a never-ending cycle of social media misuse. And obviously, parental guidance in the Z generation’s “social media life” is a must, to prevent our precious Z generation’s moral decadence, and furthermore, to save our nation’s future.

Additional Sources: http://hipersomniax.blogspot.com/2014/04/carder-muda-indonesia-akhirnya.html? m=1 http://www.rmol.co/read/2013/08/15/121917/Lewat-Media-Sosial,-KPU-BisaSosialisasi-Pemilih-Di-Luar-Negerihttp://news.detik.com/berita/2908578/33-wn-tiongkok-yang-diduga-melakukancarding-dibawa-ke-imigrasi-jaksel https://www.facebook.com/groups/PTSKindo/ https://reinhardjambi.wordpress.com/2015/03/17/yuk-ngerti-kriminologi-seri-1kejahatan-itu-ternyata-dipelajari/

Diposting oleh Deo Lumoindong di 7:28:00 PM

Tidak ada komentar:

07 Juni 2017

Bangga Akan Kebhinekaan

Radikalisme telah menjadi trending topic saat ini. Berita-berita di televisi, surat kabar, dan internet (termasuk media sosial) sering mengangkat radikalisme sebagai topik utama. Radikalisme menjadi ancaman bagi kebhinnekaan Bangsa Indonesia. Dalam berbagai konflik horizontal yang terjadi di Indonesia, radikalisme seringkali menjadi faktor pemicu. Radikalisme sendiri berasal dari kata radikal, dalam Bahasa Inggris radical, dari Bahasa Latin radix yang berarti akar. Menurut KBBI, radikalisme memiliki 3 arti. Arti pertama, radikalisme adalah paham atau aliran yang radikal dalam politik. Kedua, radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaruan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Dan yang ketiga, radikalisme berarti sikap ekstrem dalam aliran politik. Dari ketiga arti diatas, radikalisme berpotensi memicu konflik. Konflik dianggap sebagai sikap ekstrem dalam aliran politik dan juga sebagai salah satu bentuk kekerasan untuk mencapai tujuan golongan radikal tersebut. Tak jarang, golongan-golongan radikal ini juga menggunakan teror untuk mencapai tujuan mereka. Jenis radikalisme ini biasa disebut radikalisme terorisme. Radikalisme terorisme inilah yang tengah dilawan oleh bangsa Indonesia, seperti ucapan Mendagri yang dilansir detik.com dalam kaitannya dengan peristiwa ledakan di Kampung Melayu, 24 Mei 2017. Masih terkait peristiwa yang sama, Menkopolhukam juga menyerukan hal serupa. Menurut berita yang dilansir detik.com, beliau menyarankan untuk melakukan revisi UU Antiterorisme untuk menangkal hal-hal yang mengarah ke radikalisme.

Radikalisme pada umumnya berpusat pada satu golongan tertentu, baik radikalisme etnis, ras, maupun agama. Sedangkan Indonesia adalah negara yang memiliki kebhinnekaan, yaitu keragaman dan perbedaan etnis, ras, dan agama. Sayangnya, kebhinnekaan ini kurang dianggap sebagai suatu hal yang patut dijaga oleh bangsa Indonesia sendiri. Maka, diperlukan adanya semangat kebhinnekaan, atau lebih tepatnya sebuah militansi kebhinnekaan, seperti pada salah satu artikel di laman indonesiasatu.co. Militansi kebhinekaan dapat diartikan sebagai suatu sikap bangga terhadap keragaman dan perbedaan untuk menghambat pengaruh radikalisme, dan lebih jauh lagi, mengalahkannya. Militansi disini jelas berbeda dengan fundamentalisme. Karena militansi berarti bersikap kritis dan berpegang teguh pada suatu prinsip, dalam hal ini prinsip bahwa Indonesia adalah negara yang beragam (bhinneka), dengan tetap menunjukkan sikap fleksibel dalam proses mewujudkan prinsip tersebut. Fundamentalisme, di lain pihak, tidak memiliki sikap fleksibel dan juga keterbukaan. Militansi kebhinnekaan tidak selalu berupa sebuah aksi turun ke jalan. Militansi kebhinnekaan bisa saja dimulai dari lingkungan terdekat. Dalam kehidupan sosial, banyak ditemukan kejadian dimana seseorang merasa dikucilkan hanya karena perbedaan latar belakang. Untuk mencegah Bangsa Indonesia sangat beragam dan membuatnya indah kejadian-kejadian itu, diperlukan suatu pemahaman bahwa selama seseorang berkewarganegaraan Indonesia, maka orang tersebut adalah orang Indonesia, tanpa perlu melihat latar belakangnya. Militansi kebhinnekaan juga dapat dicerminkan dalam hal menolong orang lain. Sangat disayangkan apabila ada seorang dokter yang menolak menolong pasien hanya karena latar belakang yang berbeda. Dengan adanya semangat kebhinnekaan, atau militansi kebhinnekaan, diharapkan kejadian tersebut tidak akan terulang, dan dengan demikian menciptakan suatu keadaan sosial dimana semua orang merasa memiliki hak, kewajiban, dan kedudukan yang sama. Tidak ada lagi istilah masyarakat kelas dua, atau bahkan masyarakat anak tiri. Sayangnya, radikalisme kerap lebih mudah dicerna anak-anak dan remaja. Anakanak cenderung menerima informasi yang disampaikan oleh orang yang lebih tua secara mentah tanpa dapat mengkaji apakah informasi tersebut benar atau salah. Jika mereka terus menerus ‘dijejali’ oleh paham-paham yang mengarah kepada radikalisme tanpa adanya kontrol orang tua, bahkan lebih ekstrem, pembiaran yang dilakukan orang tua, anak-anak itu dapat tumbuh menjadi pemuda-pemuda yang radikal. Sama halnya dengan remaja. Remaja pada umumnya masih labil, dan cenderung mencari jatidiri. Apabila mereka diarahkan kearah radikalisme, terutama oleh orang-orang yang mereka anggap benar, mereka akan sangat mudah mengadopsi paham tersebut. Tidak sedikit pemuda yang bergabung dengan jaringan radikalisme teroris. Ajaran-ajaran radikal juga sering disampaikan secara implisit dalam proses belajar-mengajar. Oleh karena itu, peran orang tua dalam mengawal anak-anaknya agar terhindar dari radikalisme sangatlah penting. Dalam sebuah artikel di laman consortiumnews.com, Alon Ben-Meir menyatakan bahwa diskriminasi mampu menghasilkan sebuah radikalisme. Diskriminasi tersebut berupa adanya marginalisasi secara ekonomi, sosial, maupun politik terhadap salah satu golongan tertentu. Kelompok-kelompok radikal cenderung memanfaatkan situasi ini dengan memposisikan dirinya sama dengan orang-orang yang mengalami marginalisasi dan mau menjadi ‘tempat berlindung’ bagi mereka. Tetapi, kelompok itu mengharuskan mereka menjadi bagian dari kelompok, dan dengan demikian menyebarkan paham radikal. Demi mencegah radikalisme, pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang telah diambil, termasuk mengkaji ulang beberapa peraturan yang cenderung mengkotak-kotakkan masyarakat. Salah satu contohnya adalah Peraturan Menteri Negara Agraria No.3 tahun 1997 yang membagi ahli waris menjadi 3 golongan, yaitu WNI penduduk asli , WNI keturunan Tionghoa, dan WNI keturunan Timur Asing lainnya. Masing-masing golongan memiliki aturan tersendiri, sehingga terkesan adanya pengelompokkan warga negara. Sementara di sisi lain, keberhasilan asimilasi yang terus berlangsung di Indonesia membuat istilah penduduk asli menjadi absurd dan tidak lagi jelas. Pemerintah juga perlu menanamkan sikap bangga terhadap kebhinnekaan bangsa dan terus menjaga posisi Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Mengapa Pancasila? Apa karena pada Garuda Pancasila tertulis ‘Bhinneka Tunggal Ika’? Lebih dari itu, Pancasila adalah suatu jaminan bahwa kebhinnekaan akan terus ada di Indonesia. Sila kedua dan kelima dengan jelas menyatakan bahwa harus ada perlakuan adil secara sosial dan kemanusiaan kepada seluruh rakyat Indonesia. Seluruh, bukan hanya salah satu atau segelintir golongan tertentu. Selain sebagai penjamin, Pancasila juga berfungsi sebagai pemersatu bangsa, melalui sila ketiganya. Dan ada satu hal yang perlu diingat, bahwa bersatu bukan berarti seragam. Kita dapat bersatu dengan tetap mempertahankan kebhinekaan Indonesia, karena bhinneka itu kita.

Diposting oleh Deo Lumoindong di 9:46:00 AM

Tidak ada komentar:

27 Maret 2016

Malam Paskah 2016 Halo sahabat Deo Lumoindong's Creativity Zone, pertama-tama saya mengucapkan :

Selamat Paskah 2016 (Bagi sahabat yang merayakannya) Semoga dengan Kebangkitan Kristus kita dapat bangkit menjadi manusia baru yang lebih baik. Amin Alleluia!!! Nah, kalau dalam postingan lalu saya sudah membahas tentang Memotret Gerhana Matahari, sekarang saya akan membahas tentang pengalaman saya pada Malam Paskah 2016 ini. Pada awalnya (ya ampun udh kayak mo storytelling aja :p), saya dan orangtua saya masih belum bisa memutuskan mau Misa dimana. Ada 2 kandidat yang bersaing nih, yaitu Gereja St. Theresia (Menteng), atau Gereja Stella Maris (Pluit). Tetapi berhubung kami sudah pernah ke St. Theresia, maka demi menambah daftar Gereja yang didatangi untuk ziarah Tahun Yubelium ini, dipilihlah Gereja Stella Maris, Pluit. Setelah riset mendalam (ah lebay) mengenai jadwal Misa Malam Paskah disana, ternyata misa disana jam 18.00 WIB, sedangkan kami sudah ada di sana jam 15.00 WIB. Wah, sama petugas juga duluan kita nih hahaha. Demi mengisi waktu yang masih sangat lama (3 jam, lumayan juga tuh bikin boring), saya pun mencoba memotret daerah altar gereja berarsitektur Modern-Natural ini. Ini dia hasilnya (maaf pakai fisheye :v)

Kalau ini dari pintu utamanya

Ternyata, di Gereja ini gak ada yang namanya laci kecil gitu di 'meja'nya/kursi depan barisan kita. yang ada ya kayak gini (lumayan bisa buat tempat kamera sama tas hahaha) maaf fotonya kurang bagus, kondisinya redup sih, hp saya rabun ayam jadinya hahaha

Nah, ini dari balkon atasnya, waktu Upacara Cahaya. FYI, buat naik ke balkon ini disediakan lift loh (sayang liftnya gk kefoto haha), tapi kalau misanya udah mulai ya harus pakai tangga, nyari tangganya agak susah, kalau mau gampang ikutin aja tulisan 'Emergency Exit', atau lebih amannya ya.... tanya tatib haha. O ya, waktu saya di atas ini, ada ibu-ibu tatib yang ngajak saya ngobrol. Beliau cerita kalau bangunan gerejanya mirip bahtera, dan pernah beneran jadi bahtera loh! Bingung? Yang dimaksud ibu itu adalah : Kalau lagi banjir ya kayak bahtera, sekelilingnya air semua hahaha

Misa disana cukup khusyuk diiringi lagu-lagu yang enak juga menurut saya (meskipun gak bisa dimakan). Dan yang saya kagum itu cara misdinarnya nentuin prodiakon/prodiakones mana yang akan dia dampingi saat penerimaan komuni, mereka baris dan satu persatu keluar buat 'nemenin' prodiakon/prodiakonesnya, mulai dari yang paling belakang. Sepulang dari misa, saya dan orangtua makan malam di Jonisteak Pasar Baru (jauh juga dari Pluit ke Pasar Baru). Nah disana saya memesan paket combo 2, yaitu Sirloin Import 200gram dengan saus jamur, sayuran, mashed potato, dan N*stea Blackcurrant. Overall-nya lumayan, cuma mashed potato-nya lebih mirip kentang rebus sih. Cuma dengan harga 70k ya boleh dicoba. Ini dia penampakkannya

Oke, sekian dulu tulisan saya kali ini. Sekali lagi Selamat Paskah/Happy Easter/Happy Passover buat kita semua yang merayakan. Buat sahabat yang gak merayakan ya, Happy Holiday, Have a Nice Weekend Everybody!!! (yang dibawah ini boleh dipake sahabat sebagai ucapan, tapi jangan dibuang ya watermarknya please....)

Diposting oleh Deo Lumoindong di 10:25:00 AM

Tidak ada komentar:

23 Maret 2016

Memotret Gerhana Matahari 2016 Halo semuanya, sudah lama sekali saya, Deo Lumoindong gak ngeblog, entah karena sibuk fotofoto, sibuk main ataupun sibuk belajar (yang dicoret berarti mitos, hehe). Oke, langsung saja ke topik utama, yaitu

MEMOTRET GERHANA MATAHARI (Kok merah ya tulisannya, jadi ceyem, atut ah... *lah)

Sebagai informasi, Gerhana Matahari Total hanya beberapa kota di Indonesia, diantaranya : Palembang (yang paling rame), Balikpapan, Ternate, Palu, Poso, Halmahera, Bangka, Belitung, Sampit, dan Palangkaraya. Gerhana tersebut terjadi sektar 1-3 menit dan untuk melihatnya, harus menggunakan pelindung mata khusus (kalau gk salah namanya ND5, CMIIW). Berhubung saya tinggal di Cikarang (kalau gak tau cari aja di g***le m*ps), nasibnya sama dengan Jakarta, yaitu jadi ibukota, eh maksudnya cuma 88% gerhananya. Sebenernya sih saya udah nyarinyari kacamata gerhana biar makin asik ngeliat fenomena yang katanya 300 tahun sekali ini, cuma berhubung beberapa harganya kelewat mahal (penjualnya pinter manfaatin momen haha), dan yang murah ngirimnya lewat dari tanggal 9 Maret 2016 (buat apa kacamatanya, mau dipake bapak saya baca juga gelap, hahaha), jadi saya berusaha mencari alternatifnya. Dan ini hasilnya,

ISI

DISKET!!!!

sumber Alternatif yang murah dan aman pastinya. Cara membuat filter dari isi disket ini dapat dilihat disini. Nah ini dia bentuk jadinya :

sesudah ditempel di lensa

Tampak belakang

Tampak samping (ada pantulannya)

Sama ini dia salah satu hasil akhirnya (murni tanpa edit), ada merah-merah dari si isi disketnya...

dan ini yang sudah masuk instagram (ada editan saturasi sedikit) -thanks @explore_bekasi yang sudah repost :D-

Informasi tambahan (EXIF) Kamera : EOS 60D Lensa : Tamron 70-300mm f/4-5.6 Di LD @300mm ISO : 100 Speed : 1/5000 sec Aperture : f/25 No Flash (Orang moto matahari, masa pake flash XD) Sekian dulu ya posting kali ini, semoga bermanfaat buat kita kalau mau foto gerhana matahari lagi entah dimana nanti hahaha... Kalau mau lihat yang bening-bening bisa disini, dan kalau butuh puisi bisa disini

Diposting oleh Deo Lumoindong di 7:33:00 PM

Tidak ada komentar:

01 Agustus 2014

Model-Model

Diposting oleh Deo Lumoindong di 2:35:00 PM

1 komentar:

Beranda

Postingan Lama

Langganan: Postingan (Atom)

ads

Tema PT Keren Sekali. Diberdayakan oleh Blogger.

Featured Posts

Contact Us Nama

Email *

Pesan *

Kirim

Smile Life

When life gives you a hundred reasons to cry, show life that you have a thousand reasons to smile

Get in touch

© Copyright 2015 - 2024 PDFFOX.COM - All rights reserved.