Online Research: 2008 [PDF]

Problematika upaya pengembangan melek media dalam pembelajaran bahasa Indonesia tidak saja secara nasional, tetapi juga

4 downloads 28 Views 164KB Size

Recommend Stories


[Online PDF] Marketing Research
Don't count the days, make the days count. Muhammad Ali

PDF Online Marketing Research
Knock, And He'll open the door. Vanish, And He'll make you shine like the sun. Fall, And He'll raise

Durham Research Online [PDF]
Dec 2, 2014 - (2012) 'Youth, mobility and mobile phones in Africa : findings from a ... personal research or study, educational, or not-for-pro t purposes ... and usage rates suggest that, in many countries, mobile phone use, ... and a symbol of succ

[PDF] Online Social Research Methods Online Books
Every block of stone has a statue inside it and it is the task of the sculptor to discover it. Mich

Online PDF Marketing Research Essentials
Learning never exhausts the mind. Leonardo da Vinci

Research and Application Online PDF
If your life's work can be accomplished in your lifetime, you're not thinking big enough. Wes Jacks

PDF Online Marketing Research Essentials
Goodbyes are only for those who love with their eyes. Because for those who love with heart and soul

review of research 2008
No amount of guilt can solve the past, and no amount of anxiety can change the future. Anonymous

2008 research report
Every block of stone has a statue inside it and it is the task of the sculptor to discover it. Mich

Commissioned Research Online Research Facility
The best time to plant a tree was 20 years ago. The second best time is now. Chinese Proverb

Idea Transcript


More Next Blog»

Create Blog Sign In

Jumat, 17 Oktober 2008

MELEK MEDIA (MEDIA LITERACY): PROBLEMATIKA DAN IMPLIKASINYA oleh Benedictus Sudiyana Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo

Abstrak Problematika melek media sangat mengglobal dan memerlukan penanganan yang krusial. Pengembangan melek media dan pembelajaran bahasa Indonesia bersifat sinergis, yang satu akan memperkuat yang lainnya. Sebagai dasar melek media dan pengembangannya, diperlukan landasan ketatabahasaan yang relevan; sebaliknya, sebagai tindak lanjut pengembangan pembelajaran bahasa Indonesia diperlukan produk media untuk analisis kasus dengan berbagai teori yang relevan dengan tujuan pembelajaran. Problematika upaya pengembangan melek media dalam pembelajaran bahasa Indonesia tidak saja secara nasional, tetapi juga institusional. Implementasi pengembangan melek media dalam pembelajaran bahasa digunakan dua sasaran, yakni sasaran makro (melalui kebijakan institusi negara) dan sasaran mikro (melalui praktik analisis konstruksi realitas melalui bahasa).

Online Research About Me Beny Sudiyana Lihat profil lengkapku

Pendahuluan

September (2) April (6) Blogspot Template by Isnaini Dot Com

Melek Media dan Problematika Pergeseran Paradigma Bahasa Abad ke-21 ini ditandai dengan pesatnya teknologi informasi dan komunikasi. Kemajuan dalam bidang ini menyebabkan pesatnya pengaruh globalisasi hingga ke pelosok penjuru tanah air. Peristiwa dan atau pesan dari suatu tempat sangat mudahnya tersebar dan mempengaruhi hingga daerah lain tanpa dibatasi jarak ruang dan waktu. Tak stau pun institusi bahkan negara mampu mencegahnya, kecuali membekali warganya untuk lebih siap menghadapi pengaruh globalisasi dengan kesadaran bermedia. Dalam hubungannya dengan penyiapan manusia terdidik, keterampilan siswa yang diperlukan untuk keberhasilan kerja, sekolah, dan hidup mencakupi berbagai macam. Problematika penyiapan tersebut terkait dengan tematik kesadaran global, finansial, ekonomi, bisnis dan melek kepioniran, melek berkewarganegaraan, dan melek kesehatan. Oleh karena itu, hal-hal yang perlu dijadikan fokus perhatian dalam bidang pendidikan oleh Hobbs (2007) sebagaimana disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 1. Permasalahan Inti dan Tema-tema Aktual Abad ke-21*

Permasalahan Inti

Rincian

Keterampilan pembelajaran dan inovasi (Learning and Innovation skills)

o Kreativitas dan inovasi o Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah o Komunikasi dan kollaborasi

Keterampilan informasi, media, dan teknologi (Information, Media and Technology skills)

o Melek informasi o Melek media o Melek teknologi informasi dan komunikasi (Information and communication technology –ICT- literacy)

Keterampilan hidup dan karier (Life and Career skills):

o Fleksibilitas & Adaptabilitas o Inisiatif & -pengaturan-diri o Keterampilan sosial & Lintas-kultural o Produktivitas & Akuntabilitas o kepemimpinan & tanggung jawab

*sumber: Greenhill (2008)

Sebegaimana terlihat dalam tabel di atas, fokus pembahasan diarahkan perihal melek media. Melek media merupakan istilah yang lebih dikenal di Indonesia daripada istilah Media Literacy. Melek media adalah kemampuan mengakses, menganalisis, mengevaluasi secara kritis, dan memproduksi komunikasi dalam berbagai bentuk (Scheibe and Rogow. 2004). Media mencakupi aspek yang luas, meliputi buku, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, video, papan reklame (billboards), musik rekaman, permainan video, dan internet. Pendidikan melek media dimulai pada tahun 1970 di Eropa dengan penekanan pada perlindungan (protection) –dari pengaruh buruk yang disebut “setan” media—dan pendiskriminasian (discrimination). Kebanyakan bahan-bahan dan sasaran pendidikan melek media ditujukan pada orang tua. Sekarang ini, ada pergeseran bahwa pendidikan melek media menuju upaya pemberdayaan (empowerment-yang menekankan berpikir kritis dan keterampilan produksi); dan kebanyakan materi ditujukan pada sekolah dan guru. Model pemberdayaan ini menekankan implikasi politis, sosial, dan ekonomis atas pesan media, dan juga penekanan pentingnya penggunaan media secara efektif dan bijaksana (Scheibe dan Rogow, 2004). Adapun, konsep-konsep kunci orang yang dipandang melek media ialah mampu memahami bahwa: (1) semua pesan adalah konstruksi yang dicipta oleh pengarang untuk konstruksi tujuan khusus; (2) penggunaan keterampilan, keyakinan, dan pengalaman individual itu untuk mengonstruksi makna pesan; (3) perbedaan bentuk dan genre komunikasi menyebabkan digunakannya kode-kode, konvensi, dan bentuk-bentuk simbolis tertentu; (4) nilai dan ideologi yang dibawa di dalam pesan media itu merepresentasikan pandanganpandangan tertentu tentang dunia; (5) media dan pesan media dapat membentuk persepsi orang-orang tentang realitas sosial sehingga mempengaruhi keyakinan, sikap, perilaku, realitas proses demokrasi, dan demokratis; dan (6) pesan media, industri media, dan teknologi komunikasi hadir dalam satu kerangka kerja estetis, kultural, historis, politis, ekonomis yang lebih besar (Hobbs, 2007). Sebagai contoh, salah satu industri media adalah surat kabar. Bahasa yang diproduksi oleh media surat kabar tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks. Dengan sistem yang telah diciptakan sebagaimana layaknya perusahaan, proses produksi bahasa pun harus terikat sistem perusahaan itu. Bahkan, seorang wartawan dapat menghadapi dilema dalam menuangkan tulisannya apakah harus mengikuti kehendak sang pemilik/ penyandang dana perusahaan itu atau jujur menurut nuraninya sendiri dengan keluar dari media tersebut. Ketidakberdayaan wartawan menghadapi tekanan pemilik media umumnya disebabkan oleh enam fakta, yakni (1) kuatnya pengaruh otoritas institusional dan sanksi atau imbalan; (2) kuatnya budaya tunduk dan patuh pada atasan; (3) kuatnya ambisi untuk berkembang dan memajukan karir; (4) ketidakhadiran kelompok kritis dan oposisi; (5) suasana kerja yang nyaman; dan (6) kuatnya etos menjadikan berita sebagai sebuah nilai (Sendaja, 2004: 11). Realitas ini sebagai salah satu contoh, betapa bahasa dalam media menjadi tidak netral dalam mengungkap setiap peristiwa atau materi berita, dalam arti ada kepentingan subjektif tertentu. Melalui kesadaran bermedia atau melek media, khalayak yang melek media dapat mendeteksi ketidaknetralan itu. Setidaknya ada tujuh dosa (Seven Deadly Sin) yang sangat mungkin dilakukan tidak terbatas hanya media cetak koran, tetapi media massa pada umumnya, yakni: (1) Distorsi informasi: penambahan/pengurangan informasi baik opini, ilustrasi faktual sehingga maknanya menjadi berubah; (2) Dramatisasi fakta palsu, dengan memberikan ilustrasi verbal (dengan kata-kata), auditif (dengan efek suara yang disesuaikan dengan tujuan pesan), atau visual (dengan teknik pengambilan gambar) yang berlebihan tentang suatu objek; (3) Mengganggu privacy, dengan memaksa dan menjebak objek yang dikomunikasikan baik melalui penyadapan maupun pertanyaan pribadi; (4) Pembunuhan karakter, dengan penggambaran sisi buruk lebih menonjol pada orang atau kelompok yang dikomunikasikan; (5) Eksploitasi seks, dengan menonjolkan selera rendah dan tidak berisikan pesan-pesan yang serius; (6) Meracuni pikiran anak, dengan dominannya penayangan iklan untuk pemasaran yang ditujukan pada objek anak; dan (7) Penyalahgunaan kekuasaan, dengan kebijakan editorialnya, media massa dapat melakukan penyuntingan apa saja yang dipandang “membahayakan” kepentingannya (Sendaja, 2004: 12-13). Menangkap pesan media berdasarkan hanya pada apa yang tertangkap oleh pengamatan atau pendengaran yang diproduksi media akan terbawa pada pemahaman pesan yang tidak lengkap. Berdasarkan contoh kasus yang dipaparkan di atas, memandang teks bahasa (lisan atau tulisan) tidak cukup jika digunakan pandangan positivisme-empiris, melainkan lebih tepat dengan pandangan konstruktivisme, bahkan mungkin sekali dengan pandangan kritis. Tiga pandangan itulah yang memungkinkan orang melihat bagaimana bahasa itu bekerja (Eriyanto, 2001: 4-6). Pengikut Positivisme-empiris melihat bahasa sebagai jembatan atau instrumen antara dirinya dan objek di luar bahasa sehingga antara pemikiran dan realitas terpisahkan. Konsekuensi logis dari pandangan ini adalah tidak memandang penting (menihilkan) maknamakna subjektif yang mendasari pernyataannya. Yang dilihat adalah kebenaran dan ketidakbenaran dari aspek tata bahasa, kaidah sintaktik, dan semantik. Pandangan ini secara bawah sadar menciptakan sebuah tradisi pengakuan bahwa bahasa itu dibentuk dan ditentukan oleh manusia. Oleh karena itu, wacana melek media dalam pandangan ini kurang mengemuka. Pengikut konstruktivisme melihat bahasa tidak hanya dibentuk dan ditentukan, tetapi juga membentuk dan menentukan sejarah sosial (Heryanto, 1989: 3). Melalui bahasa , orang selain membentuk realitas juga melakukan kontrol atas maksud-maksud tertentu dalam setiap unsur pernyataannya (Eriyanto, 2001: 6). Dalam pandangan ini, bahasa diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Penggunaan bahasa merupakan tindakan penciptaan makna yang bertolak dari jati diri si penutur. Upaya pengungkapan maksud tersembunyi menjadi bagian penting studi paradigma ini. Pengikut pandangan kritis melihat bahasa bukan sesuatu yang netral, juga bukan hanya sebagai konstruksi realitas, tetapi menekankan konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek, tema, wacana, dan strategi wacana tertentu. Analisis bahasa dipakai untuk membongkar relasi kuasa dan hegemoni-dehegemoni, terutama dalam pembentukan subjek dan representasi tindakan dalam masyarakat (Eriyanto, 2001: 6). Bila dikaitkan dengan pandangan manusia tentang bahasa dan kondisi aktual dalam era teknologi informasi dan komunikasi, pendidikan atau pembelajaran melek media lebih tepat bila disertai dengan perubahan paradigma yang melihat bahasa sebagai konstruksi makna dan sebagai representasi relasi kuasa. Artinya, paradigm konstruktivis dan paradigma kritis tentang bahasa akan banyak membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan melek medianya dibandingkan dengan paradigma positivisme-empiris. Tidak mudah mengubah cara pandang sesorang yang telah bertahun-tahun menginternalisasikan salah satu paradigma. Inilah salah satu problematikanya, pengajar bahasa, lingkungan, dan jaringan terkait (penyusun buku, pembuat alat evaluasi) tidak mudah meninggalkan pandangan lama, yakni bahasa sebagai sistem dan atau bahasa sebagai alat komunikasi semata. Selain itu, bahasa sebagai sarana konstruksi realitas dan representasi masih harus diperjuangkan untuk diperkenalkan dalam kerangka melek media.

Melek Media dan Pergeseran Paradigma Tata Bahasa Dalam kaitannya dengan ketatabahasaan, muncul berbagai model tata bahasa . Setidaknya ada empat paradigma tata bahasa yang sangat berpengaruh di dunia pendidikan bahasa, yakni tata bahasa tradisional, struktural (linguistik behavioural), transformasional (linguistik kognitif), dan tata bahasa fungsional sistemik (linguistik fungsional) (Derewianka, 2001: 240-1). Prinsip-prinsip dari keempat paradigma itu ditampilkan dalam tabel 2 di bawah. Problema melek media muncul karena ketidakmampuan orang menafsirkan konstruksi realitas melalui bahasa. Sehubungan dengan itu, model tata bahasa yang dipandang menyediakan perangkat untuk mengungkap maksud bahasa di balik konstruksi realitas adalah model tata bahasa linguistik fungsional Halliday. Dalam model ini, teks termasuk unit analisis selain klausa, grup, kata, dan fonem. Melalui unit-unit yang lebih variatif ini penelaah dapat lebih mengungkap sisi subjektif yang dinyatakan dalam bahasa. Tata bahasa ini menyediakan perangkat kerangka kerja untuk analisis wacana lisan (dan tulis), setidaknya dalam hal: (a) motifasi fungsional suatu teks (kajian pragmatik), (b) tujuan sosial umum suatu teks (wacana faktual, percakapan santun yang sopan, (c) genre dan juga struktur skematis suatu teks, (d) bagaimana konteks dan bahasa bekerja bersama melalui variabel register field (medan), tenor (pelibat), dan mode (saluran), (e) bagaimana variabel field (medan), tenor (pelibat), dan mode (saluran) direalisasikan melalui pilihan gramatikal dan leksikal dalam teks, dan (f) dimensi relasi peran sosial tenor (Burns, 2001: 128-129). Dalam kaitannya dengan analisis teks yang berorientasi melek media, tata bahasa model Halliday ini menyediakan perangkat bagi analisis dan interpretasi ideologi, genre, register, pilihan-pilihan anasir leksis dalam semantik wacana, pilihan-pilihan bentuk klausa, grup, dan kata dalam leksikogrammar (Eggins, 1994: 113). Identifikasi bahasa untuk mendapatkan interpretasi maksud dari pesan di balik konstruksi realitas dapat dilakukan melalui tiga aspek sekaligus, yakni sumber-sumber (a) representasi tentang dunia, melalui pengkajian metafungsi ekspreiensial, (b) interaksi dalam dunia dalam cara-cara yang tepat secara kultural, dengan pengkajian metafungsi interpersonal, dan (c) konstruksi teks yang koheren dan kohesif, dengan pengkajian metafungsi tekstual (Derewianka, 2001: 261).

Tabel 2. Ciri-ciri Kunci Paradigma Gramatikal: Tradisional, Struktural, Transformasional, dan Fungsional*

Tradisional

Struktural

Transformasional

Fungsional

Pandangan tentang bahasa

Bahasa sebagai seperangkat kaidah

Bahasa sebagai seperangkat kebiasaan

Bahasa sebagai ditandai oleh kreativitas kaidahyang dibangkitkan

Bahasa sebagai sistem makna

Pandangan tetantang grammar

Kaidah pembentukan dan pemakaian

Pembentukan blok yang berkombinasi dalam struktur bervariasi

Sarana

bawaan

(innate

device)

dalam

pikiran

Sumber untuk pembentukan makna dalam konteks sosial

Derivasi deskripsi

Dari model Bahasa Yunani

Dari rekaman sampel aktual bahasa Inggris Lisan

Dari teorisasi tentang prinsip kesemestaan bahasa

Dari observasi dan analisis tentang apa yang dilakukan orang melalui bahasa

Disiplin ilmu yang terkait

Filsafat

Etnografi/ behavioris

Filsafat/ kognitif

Sosiologi, antropologi

Bentuk vs fungsi/ makna

Awalnya berkenaan dengan bentuk lebih dulu mengikuti fungsi

Sama sekali berfokus pada struktur dengan sedikit acuan pada makna atau fungsi

Menekankan pada bentuk sintaktik dengan lebih tertarik pada semantik

Relasi yang didasarkan antara bentuk dan fungsi

Tingkatan kesamaan antara bahasabahasa

Bahasa itu berbeda tetapi dapat dibuat seragam untuk deskripsi gramatikal klasik

Tiap bahasa itu unik dan harus dideskripsikan menurut istilah yang dimiliki bahasa itu i

Bahasa

Prinsip-prinsip tertentu bersifat universal, tetapi variasi penggunaan bahasa tergantung pada konteksnya.

Penekanan mode analisis

Grammar untuk mode tertulis

Bahasa adalah tuturan, bukan tulisan

Tidak mempermasalahkan mode

Menunjukkan bagaimana kita menggambarkan secara berbeda pada sistem bahasa untuk lisan dan tulisan

Unit analisis

Jenis kata (parts of speech)

Fonem, morfem, dan secara

Teks, klausa, grup, kata, fonem

dan kombinasinya

relatif

Fonem melalui bentuk sintaktik kompleks

Kuna dan Latin

psikologi

manusia

psikologi

secara

mempunyai

umum

satu

dasar

grammar

universal

(underlying

universal

grammar)

kalimat

(syntax)

sederhana

Tokoh kunci

di

Dionysius Thrax, Bishop Lowth

Bloomfield, Fries

Chomsky

Halliday

Tindakan pengajaran tentang kaidah, sering kali berakhir dengan kaidah itu sendiri

Tidak ada tindakan diskusi tentang grammar, tetapi wawasan grammar guru memandu pemilihan struktur

Wawasan guru tentang urutan pemerolehan mamandu pemilihan input / data dari hipotesis siswa.

Diskusi tentang grammar yang relevan menunjuk dalam konteks mempertinggi kesadaran bahasa dan penggunaan yang pantas.

*Sumber: Derewianka (2001: 264-265)

Pembentukan Hasil Belajar Bahasa Indonesia yang Melek Media dan Problematika Pergeseran Orientasi Pembelajaran Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang berpijak pada Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KBK-KTSP) berorientasi pada esensi atau hakikat pembelajaran bahasa, yakni bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi, dan bukan mempelajari tentang sistem bahasa. Karena itu, secara umum pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk mencapai kompetensi berkomunikasi dalam bahasa Indonesia baik lisan maupun tulis sesuai dengan situasi konteks kebutuhan berbahasa. Peserta didik diberikan kesempatan seluas-luasnya memperoleh pengalaman belajar baik di dalam kelas, di luar kelas, maupun di luar sekolah untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Guru selaku pengawal utama dalam mencapai tujuan pembelajarnya perlu mempersiapkan diri secara internal dengan berbagai variasi metode, strategi, gaya, media dan model penilaian yang relevan. Secara eksternal, guru perlu menjalin jaringan dengan pihak-pihak yang mempunyai akses bagi peningkatan kompetensi anak didiknya secara maksimal, seperti institusi media (redaktur surat kabar, stasiun radio/tv, internet, penyelanggara acara (event organizer), dan lain-lain bagi kondusifnya pembentukan kompetensi yang diharapkan. Jika dilakukan secara variatif dan memanfaatkan jaringan yang ada, baik internal maupun eksternal, hasil dan proses belajar bahasa Indonesia benar-benar bermutu dan memberikan kontribusi yang kuat bagi kesuksesan siswanya kelak dalam pekerjaan dan kehidupan. Guru dan pengelola pendidikan yang lainnya juga perlu menyadari lingkup pembelajaran dari sisi domain mana saja yang memberikan kontribusi bagi kesuksesan siswa kelak dalam pekerjaan dan kehidupan (Lihat tabel berikut).

Tabel 3 Perbandingan Kontribusi antar-Domain terhadap Kesuksesan Orang dalam Pekerjaan dan Kehidupan*

Macam kecerdasan

Kategori domain

Kontribusi

Kecerdasan bahasa

Domain kognitif

5 %

Kecerdasan antarpribadi

Kecerdasan emosional

80%

Kecerdasan intrapribadi

(Domain afektif)

Kecerdasan kinestetik

Domain psikomotorik

Kecerdasan logika-matematika

15%

Kecerdasan visual-spasial

Kecerdasan musikal

*Sumber: (Depdiknas, 2004: 27) Bertolak dari tabel di atas implementasinya dalam pembelajaran dalam konteks sekarang amat luas. Yang sangat menonjol adalah pentingnya pengembangan domain afektif secara kuantitatif dan kualitatif dalam proses pembelajaran agar setiap peserta didik berpeluang besar untuk mengenali diri siapa “aku” dan siapa “mereka” dengan segala relasinya melalui kompetensi-kompetensi pengalaman belajar, dengan berbagai instrumen evaluasi yang disediakan guru. Pengenalan diri siapa aku dan mereka ini diperlukan dalam kerangka memaksimalkan kelebihan/keunggulan potensi dan aktualisasi diri siswa, dan di sisi lain untuk meminimalkan atau menutup sisi kelemahan diri. Keyakinan diri tentang identifikasi keunggulan berdampak psikologis bagi penguatan rasa percaya diri (self confident) dalam segala situasi. Konsekuensi lainnya, pengembangan domain afektif yang mensyaratkan penggunaan berbagai instrumen pembelajaran secara variatif agar proses belajar serba menyenangkan dan bermanfaat (media, evaluasi, sarana, tugas-tugas pembelajaran) untuk menunjang keberhasilan penerapan KBK-KTSP pada umumnya, berbenturan dengan kepentingan pemerintah yang menyelenggarakan kebijakan ujian nasional yang lebih berorientasi pada domain kognitif di atas. Kebijakan Ujian Nasional tersebut bahkan dapat mengancam fungsi sekolah, yakni berkecenderungan berubah menjadi sarana tempat bimbingan belajar, menyiapkan siswanya untuk menghadapi soal-soal ujian, terutama bagi mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional. Hasil belajar bahasa Indonesia yang melek media mengandung dua konsep, yakni tercapainya kompetensi pembelajaran bahasa Indonesia sebagaimana dikemukakan di atas dan konsep melek media. Indikator pelajar bahasa Indonesia yang melek media di antaranya dapat memahami dan mendeteksi media tentang adanya (1) penggunaan distorsi informasi, (2) penggunaan dramatisasi fakta palsu, (3) bahasa tendensius yang mengganggu privacy, (4) penggunaan bahasa yang “membunuh” karakter, (5) pesan yang mengeksploitasi seks, (6) pesan yang meracuni pikiran anak, (7) penyajian pesan yang terkait dengan aspek kebijakan pemegang kekuasaan. Pembentukan hasil belajar yang melek media tersebut seiring atau bersifat sinergis dengan kompetensi yang semestinya melekat dalam keempat keterampilan berbahasa yang seharusnya diinternalisasi peserta didik, yakni keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pemerolehan pengalaman belajar yang diarahkan dan diberikan oleh guru dalam program pembelajaran sangat menentukan dalam pencapaiaan kompetensi ideal di atas.

Sejumput Pemandu Menuju Solusi Pendidikan Melek Media: Implikasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Pembelajaran bahasa Indonesia selain mencapai kompetensi berkomunikasi sebagaimana dikemukakan di atas, perlu juga menyertakan pengembangan kecerdasan peserta didik dalam hal melek media. Pencapaian melek media sebaiknya inheren juga dalam pencapaian hasil belajar bahasa. Strategi internalisasi materi tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan secara eksplisit dengan silabus tersendiri dan terpapar dalam kurikulum atau implisit berdasarkan kreativitas guru. Masing-masing pilihan sangat berdampak dengan model penyajiannya di kelas. Namun demikian, secara substansial pencapaian melek media berhubungan dengan indikator-indikator tertentu yang realisasinya relatif dapat diselidiki meliputi penerapan kebijakan dan perangkat pengkajian.

a. Seperangkat Kebijakan Berikut dipaparkan pemandu menggali berbagai tindakan untuk bisa digunakan dalam upaya pengembangan melek media. Secara makro, (melalui pendekatan aktivitas pendidikan) yang bisa digunakan solusi pendidikan melek media sebagaimana dipaparkan oleh Koller, Haider, dan Dall (2008) dapat dilihat dalam kutipan berikut. Sedangkan secara mikro (melalui aktivitas pengkajian secara individu) dapat dilihat pada paparan selanjutnya.

Tabel 3 Pengembangan Kebijakan Pembelajaran Melek Media melalui Penerapan Rekayasa Penyelenggaraan Aktivitas Pendidikan (Aspek Aktivitas Makro)* No.

Lingkup/jenjang

Aktivitas

1.

Nasional

Panduan rencana pelajaran dan kurikulum harus dimantapkan oleh penyusun kurikulum yang relevan. Pengesahan harus juga melibatkan alokasi dana untuk pengembangan, diseminasi, dan pelatihan (training).

2.

Lembaga Kependidikan (Penghasil guru)

LPTK harus mengadakan pelatihan pendidikan melek media dengan staf yang kapabel untuk membentuk guru masa depan melalui pelatihan dalam bidang ini dan menawarkan kursus dalam pendidikan media.

3.

Guru / sekolah

Pemberian kesempatan pendidikan dalam jabatan (in-service training) pada level sekolah untuk pelatihan pendidik dalam bidang pendidikan melek media.

4.

Pusat buku/ penerbit/ penyusun buku

Tersedianya buku teks yang mudah dipelajari, ditemukan sumber dan materi pengajaran lainnya, dan rencana pelajaran yang relevan untuk negara atau wilayah sesuai kultur setempat.

5.

Nasional, sekolah, guru

LPMP,

Harus ada instrumen evaluasi yang tepat yang mudah dilaksanakan untuk kualitas yang unik dalam pendidikan melek media .

6.

Peserta pendidikan & pendamping pendidikan melek media

6. Bilamana melakukan konstruksi dan dekonstruksi atas pesan media secara khusus perlu dipertimbangkan berikut ini, karena sering dilalaikan:

(i) Audien: bagaimana masing-masing kita menangkap /membuat makna tentang berbagai teks media berdasarkan gender, budaya, ras, dan kebutuhan individu dan kolektif kita.

(ii) Institusi: fokus perhatian tentang relasi sosial, kultural, dan politik.

(iii.) Industri: melibatkan topik kritis semacam pemilik dan pemegang kontrol industri, dampaknya terhadap perusahaan transnasional dan ekonomi global atau pemasaran lintas media.

7.

Pelaksana lapangan

Jangan hanya melakukan pendidikan melek media dari satu sudut pandang proteksionis. Akan terjadi konsumsi media yang problematis. Pendidikan media juga tidak boleh memutuskan kesenangan hanya pada seseorang yang pemilik media. Guru hendaknya memulai dengan pengakuan mereka tentang problematik dan kesadaran kultur kontradiksi dan dipersiapkan bilamana waktunya tepat perlu berbagi pikiran dengan mereka. Guru dapat mendorong siswa menulis paper gagasan untuk media yang disenangi.

8.

Guru dan lapangan

Ajarlah tidak hanya “melalui” media, tetapi “tentang” media. Bahaslah media secara kritis dan terbuka tentang isu-isu politik yang secara implisit mungkin mempengaruhi pesan media. Media kelas berhak untuk dikelola terbuka, kekakuan intelektual, antusias, dan berkemauan meskipun mungkin mendapatkan risiko rugi.

9.

Guru lapangan & siswa

Mendorong pencarian opini dan pernyataan sampingan yang berbeda dari arus pemikiran media. Gunakanlah topik-topik konkret untuk mendemonstrasikan bagaimana media dominan mampu menghasilkan persetujuan. Cobalah dorong siswa mentransfer pikiran yang menumpuk di kelas ke bidang lain dalam kehidupan sehari-hari, seperti politik persekolahan, peran kepemimpinan dalam keluarga, dunia kerja. Eksplorasilah alternatif media mainstream yang lain. Lihat buku media dan berilah periodisasi alternatif untuk rerata mainstream media.

10.

Guru lapangan & siswa

Cobalah ikuti. secara konstan ubahlah peristiwa berkenaan dengan media, khusunya media baru. Relevansikan, pendidikan media harus secara komprehensif menunjukkan adanya teknologi komunikasi yang baru yang lebih meningkat dari multimedia ke internet. Bentuk media baru juga berbeda-beda dari bahasa media sebagai oposisi menuju media tradisional.

11.

Guru lapangan

Kontaklah guru lainnya, untuk berbagai pengalaman. Para pendidik perlu menjaga secara konstan ide-ide yang mengubah dan perlu di-sharing-kan dengan kolega.

pembina

*Sumber: Koller, Haider, dan Dall (2008)

b. Seperangkat Penelusuran/Pengkajian Konstruksi Bahasa Dalam lingkup mikro, pendidikan melek media dikaitkan dengan karakteristik bahasa atau teks dan aspek analisis yang dapat memungkinkan tumbuhnya sikap dan wawasan melek media. Katakteristik bahasa dikaitkan dengan pandangan bahasa sebagai konstruksi-dekonstruksi dan representasi realitas dalam konteks pengembangan melek media dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 4 Pengembangan Pembelajaran Melek Media melalui Pelatihan Aspek Konstruksi– Dekonstruksi Bahasa (Aspek Aktivitas Mikro)

pemahaman

dan

Materi ajar yang disarankan

Situs Sumber belajar

pendeteksian

yang ditawarkan

1.penggunaan distorsi informasi

Representasi & misrepresentasi

Eriyanto (2001)

Representasi aktor sosial

Leeuwen (1996)

Analisis Grammar Fungsional Sistemik:

Eggins (1994)

Analisis Transitivitas; Analisis mood; Analisis struktur tematik

Objektivitas dan subjektivitas

Mcquail (1987) White (2007)

Analisis attitudinal (bahasa untuk faktual dan opini); Analisis appraisal

White (2007)

Analisis negosiasi evaluasi dalam teks

Bolivar (2000)

2.penggunaan dramatisasi fakta palsu

Perspetivicazion: (a) visi (vision), (b) fokalisasi (focalization), (c) empati (emphaty)

Renkema (1993)

3.bahasa tendensius yang mengganggu privacy

Analisis wacana kritis

Eriyanto (2001);

4.penggunaan bahasa yang “membunuh” karakter

5.pesan yang mengeksploitasi seks

6.pesan yang meracuni pikiran anak

7.penyajian pesan yang terkait dengan aspek kebijakan pemegang kekuasaan.

Folkeryd (2006)

Fairclough (1995; 1997)

analisis Grammar Fungsional Sistemik

Lihat butir 1

a.analisis kategori idelogi (categories ideological analysis)

of

Dijk (2003)

b. analisis model-model cara kerja ideologi

Thompson (2006); Takwin (2003),

c.analisis ideologi dinamis

Martin (1989)

Analisis framing

Eriyanto (2002)

Analisis wacana kritis

Lihat butir 3

Analisis framing

Lihat butir 5

Analisis wacana kritis

Lihat butir 3

Analisis Grammar Fungsional Sistemik:

Lihat butir 1

Analisis framing

Lihat butir 5

Analisis wacana kritis

Lihat butir 3

Analisis Grammar Fungsional Sistemik:

Lihat butir 1

Analisis wacana, kekuasaan, dan akses

Dijk (1996)

Dari pemaparan dalam tabel di atas, tampak bahwa paradigma bahasa sebagai representasi sosial dan konstruksi realitas amat dominan dalam upaya membongkar makna teks media. Untuk menjawab hal tersebut grammar teks yang terkandung dalam grammar fungsional sistemik model Halliday sangat dipertimbangkan sebagai landasan pijakan dalam mengungkap problema penggunaan bahasa dan konteks kultural setempat.

Penutup Secara garis besar dapat dipaparkan bahwa melek media amat diperlukan di tengah era teknologi informasi. Pembelajaran melek media dapat membentuk kecerdasan peserta didik dalam hal merespon segala produk industri media. Pengembangan melek media dan pembelajaran bahasa Indonesia keduanya bersifat sinergis, yang satu akan memperkuat yang lainnya. Sebagai dasar melek media diperlukan landasan ketatabahasaan yang relevan, yakni pembelajaran dilengkapi dengan pembelajaran dasar-dasar analisis bahasa yang mampu membongkar konteks budaya dan situasi. Sebaliknya, sebagai pengembangan pembelajaran bahasa Indonesia dapat dipergunakan analisis kasus atas produk-produk industri media dengan berbagai teori yang relevan dengan tujuan pembelajaran. Upaya pengembangan melek media dalam pembelajaran bahasa Indonesia perlu dilakukan dengan dua sasaran, yakni sasaran makro dengan strategi kebijakan institusi negara dan sasaran mikro, dengan praktik analisis konstruksi yang masing-masing memerlukan komitmen yang serius. Dengan demikian problematika pencapaian hasil pembelajaran bahasa Indonesia yang sekaligus mencapai tingkat melek media dapat direalisasikan.

Daftar Pustaka Alwasilah, A. Chaedar. 2000. Politik Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Bolivar, Adriana. 2000. “The Negotiation of Evaluation in Written Text”. Mike Scott dan Geoff Thompson (Eds.). Patterns of Texts: In Honour of Michael Hoey. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company. Burns, Anne. 2001. “Analysing Spoken Discourse: Implication for TESOL”. Dalam Anne Burns dan Caroline Coffin (Eds.). Analysing English in a Global Context: A Reader. London: Routledge. Depdiknas. 2004. Pelayanan Profesional Kurikulum 2004: Penilaian Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Derewianka, Beverly. 2001. “Pedagogical Grammars: Their Role in English Language Teaching”. Dalam Anne Burns dan Caroline Coffin (Eds.). Analysing English in a Global Context: A Reader. London: Routledge. Dijk, Teun A. van. 1996. “Discourse, Power, and Access”. Carmen Rosa Caldas-Coulthard dan Malcolm Coulthard (Eds.). Texts and Practices. London: Routledge. __________. 2003. Ideology and Discourse: Multidisciplinary Introduction. http://www.discourse-insociety.org/teun.html[21-02-2003] Eggins, Suzanne. 1994. An Introduction to Systemic Functional Linguistics. London: Pinter Publishers. Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: Penerbit LkiS. __________. 2002. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: Penerbit LkiS. Fairclough, Norman. 1995. Media Discourse: Voices. London: Edward Arnold. __________. 1997. Critical Discourse Analysis: the Critcal Study of Language. London: Longman.

Folkeryd, Jenny Wiksten. 2006. Writing with an Attitude. Uppsala: Unppsala University Library. http://www.diva.portal.org/diva/getDocumentum_nbn_se_uu_diva-7410-2_fulltext.pdf{04-04-2007]

Greenhill,

2009 (4) t 2008 (9) MELEK MEDIA (MEDIA LITERACY): PROBLEMATI KA DAN IMP...

Media yang dipergunakan di masyarakat amat berkembang pesat dalam ragam, mode, dan bentuknya. Produk media itu sendiri dapat berupa bahasa (baik teks lisan maupun tulis), gambar, dan juga wujud tiga dimensi yang semuanya dapat diakses khalayak melalui proses dengar, baca, lihat, dan amati. Terlebih bahasa itu sendiri merupakan media komunikasi yang tidak netral yang dipergunakan untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok dalam kerangka untuk memperoleh kepentingan sosial, politik, dan ekonomi (Hoed, Widjojo, dan Noorsalim, 2004: 2-3); maka praktis pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bagian dari upaya pencerdasan bangsa perlu dilengkapi dengan model dan landasan yang kuat untuk mendukung paradigma tersebut. Munculnya konsep melek media di era globalisasi dalam realitas memunculkan dialektika . Tulisan ini dimaksudkan untuk memaparkan sekitar melek media dalam lingkup pembelajaran bahasa Indonesia dan mencari pijakan landasan teoretik bagi eksplorasi pesan dalam kerangka melek media, dan mengungkap implementasi sebagai alternatif jawaban atas tantangan problema melek media melalui pembajaran bahasa Indonesia.

Aspek

2011 (3)

t Oktober (1)

Tayangan media elektronik dari kekerasan, kejahatan, informasi, hiburan, konsumersime dan hedonisme, sampai pornografi secara terus menerus bertubi-tubi menjadi menu keseharian peserta didik dan masyarakat kita. Bahasa dengan sarana pendukungnya dimanfaatkan untuk keperluan berbagai konstruksi realitas oleh pihak produksi pesan dalam kerangka kepentingannya. Di sisi lain, pihak konsumen pesan dapat dimainkan menurut keinginan produser pesan bila konsumen pesan tidak diberikan kesadaran bermedia yang dikenal melek media (media literacy). Merespon kondisi itu, ada dua model kebijakan yang dapat dilakukan. Pertama, melakukan tindakan represif dengan perangkat undang-undang yang memungkinkan penekanan pada pihak produser media untuk tidak membuat pesan-pesan sebagaimana di atas, seperti membuat undang-undang anti-kekerasan, anti-pornografi, dan lainlain. Kedua, memberikan advokasi kepada pihak konsumen pesan untuk lebih bisa memperoleh kesadaran bermedia termasuk melakukan perancangan dalam kurikulum sekolah dalam kerangka melek media. Pilihan pertama, banyak menimbulkan kontradiksi dan konflik yang bersumber dari perbedaan persepsi tentang produk pesan bahkan bisa mengancam disintegrasi bangsa atau setidaknya terganggunya kohesivitas masyarakat (Ikuti berita kontroversi pengesahan Rancangan Undang-undang Anti-Pornografi dan Anti-Pornoaksi, yang belakangan diistilahkan Rancangan Undang-undang Anti-Pornografi). Pilihan kedua dalam konteks pluralitas kebangsaan tampaknya lebih memungkinkan, yakni dengan diterapkannya pendidikan melek media meskipun lebih lamban hasilnya. Bagaimana menekan ekses negatif media dan memaksimalkan dampak positif media menjadi fokus penekanan. Oleh karena itu, pilihan kedua juga lebih memungkinkan orang bisa mengatasi persoalan ekses media dibandingkan kebijakan pertama. Berbagai negara yang telah mengembangkan pendidikan melek media di antaranya di Inggris Raya, Australia, Afrika Selatan, Kanada, dengan perhatian yang sedang tumbuh berkembang di Nederland, Italia, Yunani, Austria, Swiss, India, Rusia, dan beberapa bangsa yang lain (Wikipedia, 2008).

Implikasi dalam kelas

Blog Archive

Valerie. 2008. “Partnership for 21st Century Skills” http://www.21centuryskills.org/documents/nclb_memo_and_principles_ 0807.pdf[10-10-2008].

Heryanto, Ariel. 1989. “Berjangkitnya Bahasa-Bangsa di Indonesia”. Prisma, No. 1 Thn XVIII. Hobbs, Renee. 2007. “Theoretical and Conceptual Frameworks Affecting the Development of Media Literacy Education in the United States” http://www.3.mediaeducationlab.com/dh/Theoretical.pdf[10-10-2008]. Hoed, Benny H., Muridan S. Widjojo, dan mashudi Noorsalim. 2004. Bahasa Negara versus Bahasa Gerakan Mahasiswa. Jakarta: LIPI Press.

Koller, Maria, Astrid Haider, dan Elke Dall. 2008. “Case Studies of Conditions and Success Criteria in Media Literacy Education”. (http://www.ecml.pc.unicatt.it/download/results/Case%studiesen.pdf[10-10-2008]. Leeuwen, Theo van. 1996. “The Representation of Social Actor” Carmen Rosa Caldas-Coulthard dan Malcolm Coulthard (Eds.). Texts and Practices. London: Routledge. Martin, J.R. 1989. Factual Writing: Exploring and Challenging Social Reality. Oxford: Oxford University Press. McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga. Renkema, Jan. 1993. Discourse Studies: Antroductory Textbook. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company.

Scheibe, Cyndy and Faith Rogow. 2004. “ 12 Basi Principles for Incorporating Media Literacy and Critical Thinking into Any Curriculum” http://wwwmedalit.org/reading_room/article483-html.pdf[diakses10-102008]. Sendjaja, Sasa Djuarsa. 2004. “Akuntabilitas Media Massa dalam Menghadapi benturan kepentingan”. Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol 2. No 1 Januari-April. Takwin, Bagus. 2003. Akar-akar Ideologi. Yogyakarta: Jalasutra. White, Peter. 2007. The Linguistics of Subjectivity and Objectivity: Journalistic Attitudes. http://www.journalese.org/4-MediaAttitudes.pdf[03-04-2007]. Wikipedia “Media Literacy” http://en.wikipedia.org/wiki/Media_literacy[diaksesa09-10-2008] Diposting oleh Beny Sudiyana di 00.34 0 komentar Label: language opinion

Minggu, 21 September 2008 Diposting oleh Beny Sudiyana di 08.38 0 komentar

Glossary of Measuring Terms ||A || B || C || D || E ||F || G || H || I || J,K || L || M || N || O || P || Q || R || S || T || U,V || W || X,Y,Z || (A) ability: What one has learned over a period of time from both school and nonschool sources; one's general capability for performing tasks. Achievement: What one has learned from formal instruction, usually in school. Acuity: The physiological ability to receive sensory information. Adaptive behavior: The ability to cope with the demands of the environment; includes self-help, communication, and social skills. Advocacy: Clear expression of support for the rights of persons with disabilities and their families. affective behaviors: Behaviors related to feelings, emotions, values, attitudes, interests, and personality; nonintellective behaviors. Age score: Also called age equivalent; a score that translates test performance into an estimated age; reported in years and months. Alternate score: A score resulting from the administration of standardized tests under altered conditions. analytic scoring: Method of scoring essay items in which separate scores are given for specific aspects of the essay (e.g., organization, factual accuracy, spelling). anecdotal record: A short, written report of an individual's behavior in a specific situation or circumstance. Application skills: The ability to use reading, mathematics, and other academic skills in real-life situations. Aptitude: One's capability for performing a particular task or skill; usually involves a narrower skill than ability (e.g., mathematics aptitude or foreign language aptitude). Articulation: The production of the speech sounds or phonemes. Assistive technology: Computers and other technologies used to enhance the performance of individuals with disabilities. Assessment: A related series of measures used to determine a complex attribute of an individual or group of individuals. Generally has broader connotations than measurement. Often used as a stylistic alternative to measurement. Attention: The selective narrowing or focusing on the relevant stimuli in a situation; a prerequisite for perception, memory, and all types of learning activities. (B) Bias: A situation in which assessment information produces results which give one group an advantage over other groups because of problems in the content, procedures, or interpretation of the assessment information; a distortion or misrepresentation of performance. Basal: In test administration, the point at which it can be assumed that the student would receive full credit for all easier test items. Bilingual education: The provision of special services to students whose primary language is not English; may include instruction in the primary language, training in English language skills, and development of multicultural awareness. (C) Ceiling: In test administration, the point at which it can be assumed that the student would receive no credit for all more difficult test items. Checklist: A list of performance criteria for a particular activity or product on which an observer marks the pupil's performance on each criterion using a scale that has only two choices. Classroom quiz: An informal assessment tool, usually designed by teachers, to assess students' classroom learning. Clinical analysis: A method of interpretation of assessment results that considers student strengths and weaknesses and the interrelationships among the factors assessed. Clinical interview: Asking a student questions about strategies used to perform a task as it is performed or immediately afterwards. Cloze procedure: A technique for assessing reading skills in which words are omitted from a text and the student is asked to fill in the missing words. Coaching: In test administration, the practice of helping the student arrive at answers. Composition: Also called written expression; the written language in which writers produce connected text. Comprehension skills: In reading, the ability to understand what is read; may be assessed via oral or silent reading. Computation skills: In mathematics, the arithmetic operations of addition, subtraction, multiplication, and division as applied to whole numbers, fractions, and decimals. Conferences: Formal meetings at which professionals and parents of students with disabilities discuss assessment results, eligibility, placement, program design, and other matters. cognitive behaviors: Behaviors related to intellective processes like thinking, reasoning, memorizing, problem solving, analyzing, and applying. Confidence interval: A range of scores in which it is likely that the student's true score will fall; constructed by means of the standard error of measurement. Content related evidence - looks at how well the content of the test relates to what is being assessed. i.e. the questions, observations, etc. Construct - related evidence of validity: used to establish whether a test measures a specified psychological construct, such as learned knowledge. Construct related evidence - looks at whether the test matches the capabilities or psychological construct which it is trying to measure. Continuous recording: An observational technique in which all of the student's behaviors are studied. Correlation Coefficients: A positive or negative number within the range of .00 to 1.00. A correlation coefficient of .00 indicates no relationship and a coefficient of 1.00 indicates the highest possible relationship, which is sometimes called a perfect relationship. Correlations are usually somewhere between no relationship and a perfect relationship. Criterion related evidence - correlation between the performance on the test with performance of relevant criterion not in the test. Criterion-referenced: Describes an assessment that determines the quality of a pupil’s performance by comparing it to pre-established standards of mastery. Criterion Referenced Interpretation: Pertain to the interpretation of performance. It means that a score is being interpreted in terms of the skills the test measures. It indicates what a student can and cannot do and compares a student’s performance with respect to a well defined content domain. Criterion referenced interpretations of performance: refers to the frame of reference used to interpret performance on a test. Criterion-referenced test: An informal assessment device that assesses skill mastery; compares the students performance to curricular standards. Curriculum The skills, performances, attitudes, and values pupils are expected to learn from schooling: includes statements of desired pupil outcomes, descriptions of materials, and the planned sequence that will be used to help pupils attain the outcomes. Curriculum-based assessment: Any informal assessment technique or procedure that evaluates the student's per-formance in relation to the standard school curriculum. Curriculum-based measurement: A type of curriculum -based assessment characterized by frequent and direct measurement of critical school behaviors; often includes 1-minute timed samples of reading. math, and writing skills. (D) Data base management programs: Software programs used on computers for the management of information; allow the user to enter, store, edit, sort, and retrieve data. Decoding: The process by which readers analyze a word in order to pronounce it; includes sight recognition, phonic analysis, structural analysis, and contextual analysis. Demonstration: In test administration, tasks similar to test items that are used to teach test procedures to the student. Developmental approach: An approach to assessment that focuses on stages of development and expectations based on age. Diagnosis: The process of establishing the cause or causes of an illness or condition and prescribing appropriate treatment. Diagnostic Evaluation: occur before or, more typically, during instruction, concerned with skills and other characteristics that are prerequisite to the current instruction, used to establish underlying causes for a student failing to learn a skill, try to anticipate conditions that will negatively affect learning, measures performance in skills not typically taught in the present classroom setting, based mostly on informal assessments, sometimes formal assessments and standardized tests are used. Diagnostic probe: An informal technique in which a test task or instructional condition is altered in order to observe if a change in the student's performance results. Diagnostic teaching: An informal assessment strategy in which two or more instructional conditions are compared to determine which is most effective. Dialect: An alternate form of a language that differs in some way from the standard form. Discrepancy analysis: The procedure in which scores are compared to determine whether they are significantly different; most often used to compare expected and actual achievement in the identification of learning disabilities. Distractor: An incorrect option in a selection item. Duration recording : An observational technique in which the length (or duration) of the target behavior is noted. (E) Ecological approach : An approach to assessment that focuses on the student's interaction with the environ-ment rather than on the deficits of the student. Educate: Change the behavior of pupils; teach pupils to do things they could not previously do. Education: The process designed to change pupils' behaviors in particular ways. educational objective: A statement that describes a pupil's accomplishment that will result from instruction; the statement describes the behavior the pupil will learn to perform and the content on which it will be performed. Error analysis: A type of work sample analysis in which the incorrect responses of the student are described and categorized. Event recording: An observational technique in which the frequency of the target behavior is noted. Evaluation: The outcome of measurement after value has been added. Combines our measures with other information to establish the desirability and importance of what we have observed. Expressive language: The production of language for com-munication; for example, speaking and writing. (F) Family assessment: Assessment of child needs and char-acteristics likely to affect family functioning, parent-child interactions, family needs, critical events, and family strengths. Fine motor skills: In motor development. the use of the small muscles of the body, especially in eye-hand coordination tasks. First language: The language learned first by an individual; also called home language or native language. Formal assessment: Assessment procedures that contain specific rules for administration, scoring, and interpretation; generally norm-referenced and/or standardized. Formative Evaluation: occurs during instruction, establishes whether or not student has achieved sufficient mastery of skills, establishes whether further instruction is needed in specific areas, concerned with student’s attitudes, helps determine what adjustments to instruction are needed, based on continuous informal assessment. Functional approach: An approach to assessment that focuses on skills needed for current tasks. (G) Grade: The symbol or number used by a teacher to represent a pupil's achievement in a subject area. grade equivalent score: A standardized test score that describes a pupil's performance on a scale based on grade in school and month in grade; most commonly misinterpreted score; actually indicates pupil's level of performance relative to pupils in his or her own grade. grading curve: Technique used in norm-referenced grading to indicate the proportion of pupils who will be given each of the possible grades. grading system: The process by which a teacher arrives at the symbol or number that is used to represent a pupil's achievement in a subject area. Gross motor skills : In motor development, the use of the large muscles of the body. Group test: A test administered to more than one student at the same time. (H) high-inference indicator : Assessment information that is not directly related to tile characteristic being assessed; indirect evidence about a characteristic. Higher level cognitive behaviors: Intellectual processes that are more complicated than simple memorization (e.g., problem solving, interpretation, analysis, and comprehension). higher-level cognitive processes: See higher-level cognitive behaviors. holistic scoring: Method of scoring essay items in which a single score is given to represent the overall quality of the essay across all dimensions. (I) Individual test: A test administered to one student at a time. Individualized Assessment Plan: (lAP) A plan in which the steps and procedures of the assessment are organized according to the reasons for the assessment. Individualized Education Program: (IEP) A written educational plan developed for each school-aged student eligible for special education. Individualized Family Services Plan (IFSP) A written service plan mandated by PL 99-457 that describes the needs of infants and preschoolers and their families and specifies the goals to be achieved and services they will receive to achieve those goals. Informal assessment Assessment procedures without rigid administration, scoring, and interpretation rules; includes criterion-referenced tests, task analysis, inventories, and so forth. Informal Reading Inventory (IRI) An informal assessment device that measures both word recognition and comprehension skills; scores include Instructional, Independent, and Frustration reading levels. Interindividual assessment Assessment that compares the performance of the student to the performance of others. Interval The scale of measurement characterized by equl intervals between points in the scale. Interview An informal assessment procedure in tester questions an informant. Instruction : The methods and processes by which pupils' behaviors are changed. instructional assessment: Collection, synthesis, and interpretation of information needed to make decisions about planning or carrying out instruction. Intelligence The ability of an individual to understand and cope with the environment; generally assessed with intelligence or "10" tests that are measures of aptitude. instructional objective: See educational objective. interpretive exercise: Test item that contains a chart, passage, poem, or other material which the pupil must interpret in order to answer the questions posed. Item: A single question or problem on an assessment instrument. inconsistency: lacking in harmony between the different parts or elements; selfcontradictory. (J) (K) Key A list of correct answers for a test. (L) Language proficiency: The degree to which an individual is skilled in a language; when students speak languages other than English, proficiency is assessed to determine the primary language. Language sample: A sample of oral language used for analysis. Latency: In test administration, the amount of time between presentation of the test question and the student's response. Learning aptitude: The capacity for altering one's behavior when presented with new information; the ability to learn; generally measured by tests of intellectual performance and adaptive behavior. Learning environment: The instructional, interpersonal, and physical characteristics of the classroom which may influence student performance. Learning strategies: Methods used by individuals in their interactions with learning tasks. Least restrictive environment: According to PL 94-142, the educational placement for students with disabilities that is as close to the regular classroom as feasible. local norms: Test norms that describe a pupil's performance in comparison to pupils in his or her class, school, or city. low-inference indicator: Assessment information that provides direct evidence about a pupil behavior of interest (e.g., a teacher watches a pupil tie his or her shoe rather than asking the pupil to describe how he or she would tie a shoe). lower-level cognitive behaviors: Intellectual processes that involve only memorization (e.g., reciting number facts, writing spelling words, stating a poem from memory). lower-level cognitive processes: See lower-level cognitive behaviors. (M) Mainstreaming : Integration of students with disabilities physically, academically, and socially with age peers. Maximum Performance: Establish a student’s ability to perform when motivated, but these measures do not necessarily generalize to other settings. Tend to be encouraged through formal assessments, such as written tests, structured performance assessments, and graded homework. Mean : The arithmetic average; a measure of central ten-dency. Measurement: Determining the characteristics of something, regulation through the use of a standard, and making comparisons to a reference such as the performance of others. Median: The middle score in a distribution of scores; a measure of central tendency. Memory: The ability to retrieve previously learned information. Mild disabilities: The disabilities of mild mental retardation, learning disabilities, and emotional disturbance (behavior disorders); considered mild in relation to more severe disabilities. Miscue: A decoding error in reading. Mode: The most common score; a measure of central tendency. Morphology: The study of morphemes, or the smallest meaningful units of language. Motor skills: Skills using the small and large muscles of the body; includes fine and gross motor skills. (N) Nominal: The scale of measurement in which data are sorted into categories. Nondiscriminatory assessment: Assessment that does not penalize students for their sex, native language, race, culture, or disability. Normal curve equivalent: A normalized standard score with a mean of 50 and a standard deviation of 20.06; has the same range and midpoint as percentile rank scores but is an equal interval scale. Norm-referenced test: A test that compares a student's performance to that of the students in the norm group. Norm-Referenced Interpretation: Pertain to the interpretation of performance. Involves comparing a student’s performance to that of other students Norms: A set of scores that describes the performance of a specific group of Pupils, usually a national sample at a particular grade level, on a task or test; these scores are used to interpret scores of other pupils who perform the same task or take the same test. norm group: The group of pupils who were tested to produce the norms for a test. norm-referenced: Describes an assessment that determines the quality of a pupil's performance by comparing it to the performance of other pupils. (O) objective scoring: Different scorers or raters will independently arrive at the same scores or rating for a pupil's performance. Observation: An informal assessment technique that involves specifying, counting, and recording student behaviors. official assessments: Assessments teachers are required to carry out to fulfill their official, bureaucratic decision-making responsibilities, such as grading, grouping, placing, and promoting pupils. Options: Choices available to select from in a multiple-choice item on a test. Oral language: The reception and expression of the pragmatic, semantic, syntactical, morphological, and phonological aspects of language; involves listening and speaking. Ordinal: The scale of measurement in which data are arranged in rank order. (P) percentile band: The range of percentile ranks in which a pupil would be expected to fall on repeated testing; a way to indicate the error in scores to avoid overinterpretation of results. Perception: The psychological ability to process or use information received through the sense organs. percentile rank: A standardized test score that describes the percentage of pupils a given pupil scored higher than; 89th percentile rank means that a pupil scored higher than 89 percent of the pupils in the norm group. performance assessment: Formal assessment in which one observes and judges a pupil's skill in carrying out a physical activity (e.g., giving an oral speech) or producing a product (e.g., building a birdhouse). performance criteria: The observable aspects of a performance or product that are observed and judged) performance assessment. performance standards: The levels of achievement pupils must reach to receive particular grades in a criterion-referenced grading system (e.g., higher than 90 receives an A, between 80 and 89 receives a B, etc.). Phonology: Study of phonemes or speech sounds, the smallest units of oral language. Portfolio assessment: The analysis of student work samples, self-evaluations, and other materials assembled in portfolios to document student progress over time. Pragmatics: Study of the use of language for communication. Primary language: The language in which an individual is most proficient; also called dominant language. Problem-solving skills: In mathematics, the use of computational skills to solve a problem; usually assessed via word problems. Profile: A graph upon which scores are plotted. Proportional interaction: Students with and without disabilities receiving the teacher's attention for appropriate behavior on a consistent enough basis to maintain performance. Protocol: The test form or student answer booklet. Preliminary Evaluation: occurs during the first days of school, provides a basis for expectations during the school year, based on the teacher’s informal observations and oral questions, looks at the students skills, attitudes, physical characteristics, etc. These evaluations tend to happen naturally. premise: The stem in a matching test item; statement a pupil must match with a response. primacy effect: Tendency of initial impressions to remain stable over time. psychomotor behaviors: Behaviors related to the performance of physical and manipulative activities such as holding a pencil, buttoning buttons, serving a tennis ball, playing the piano, and cutting with scissors. (Q) Questionnaire: An informal assessment device in which the informant reads questions and writes the answers. (R) Range: A descriptive statistic that expresses the spread of a distribution. rating scale: A written list of performance criteria associated with a particular activity or product in which an observer marks the pupil's performance on each criterion in terms of its quality using a scale that has more than two choices. Ratio: The scale of measurement characterized by equal intervals between points in the scale and a true zero. raw score: The number of items or total score a pupil obtained on an assessment. Readability: A measure of the ease with which a text can be read; usually expressed as a grade level. Receptive language: The processing of language, as in listening and reading. Related services: Special services that students with dis-abilities may need to benefit from special education; includes transportation, speech pathology and audiology, and counseling. Reliability - The degree to which a test is measuring something consistantly has to do with whether or not testing and other means of assessment are consistent, and the degree to which they are consistent. response: The choices that must be matched to premises in a matching item. Response analysis: A type of work sample analysis in which both errors and correct responses are considered. (S) Scatterplots: A system of plotting scores of a number of students on a grid, in order to compare and find the relationship between different scores. Self-fulfilling prophesy: Process in which teachers form perceptions about pupil characteristics, treat pupils as if the perceptions are correct, and pupils respond as if they actually have the characteristics even though they might not originally have had them; an expectation becomes a reality. selection item: Test item in which the pupil responds by selecting the answer from choices given; multiple choice, true-false, and matching items. Semantics: The aspect of language that deals with meaning, concepts, and vocabulary. Sequence: analysis An observational technique in which the antecedents and consequences of the student's behaviors are studied. Service delivery models: A continuum of special education arrangements through which students with disabilities receive services. sizing up assessment: Assessments used by teachers in the first weeks of school to get to know pupils so that they can be organized into a classroom society with rules, communication, and control. Sociometric technique: An assessment procedure used to determine how students perceive their peers. Special education: Specially designed instruction to meet the unique needs of students with disabilities. specific determiner: A word that provides a clue to the answer of a true-false question (e.g., always, never, some, sometimes, etc.). Specific learning abilities: Readiness skills such as attention, perception, and memory. Standard deviation: A descriptive statistic that expresses the amount of variability within a set of scores. Standard error of difference between scores: A statistic used to estimate whether an observed difference between scores is a true difference. standardized assessment instrument: An assessment instrument designed to be administered, scored, and interpreted in the same way no matter when and where it is administered. Standard score: A derived score with a set mean and standard deviation; examples are IQ scores, scaled scores, and T-scores. Standardization sample: The group used to establish scores on normreferenced tests. Standardized test: A test in which the administration, scoring, and interpretation procedures are standard or set; usually norm-referenced. Stanine: A standardized test score that describes pupil performance on a ninepoint scale ranging from I to 9; scores of 1, 2, and 3 are often interpreted as being below average; 4, 5, and 6 as being average; and 7, 8, and 9 as being above average. Statistical analysis: Involves computing test scores, identifying the important scores for interpretation, and arranging scores on a profile. Structural task analysis: A type of task analysis in which the performance demands of the task (e.g., speed and accuracy requirements) are studied. Stem: The part of a multiple choice item that states the question to be answered. subjective scoring: Different scorers or raters will not agree on a pupil's score or rating; independent scorers produce different scores or ratings for a pupil. Subtest: A set of items administered and scored as a separate portion of a longer, more comprehensive test. supply item: Test item to which the pupil responds by writing or constructing his or her own answer; short answer, completion, essay. Summative Evaluation: occurs at the conclusion of instruction: end of unit and end of year, used to certify student achievements, used to assign end- of-term grades, used as the basis for promoting or sometimes grouping students, help determine whether teaching procedures should be changes before next year, summative assessments are based on formal assessment. Summative evaluation: Evaluation done at the end of a program to determine its effectiveness. Surrogate parent: A person assigned by the state to represent a person with a disability if the parents cannot be identified, if the parents are unknown, or if the person is a ward of the state. Syntax: The grammatical structure of language. (T) Task analysis: An informal assessment technique in which a task is broken into its essential components or subtasks. Team approach: An approach to assessment that requires the active involvement of professionals from many fields, parents, perhaps the person with a disability, and other interested parties. Taxonomy: A classification system. Test: A formal, systematic procedure for obtaining a sample of pupils' behavior; the results of a test are used to make generalizations about how pupils would have performed on similar but untested behaviors. test battery: A group of subtests each assessing a different subject area but all normed on the same sample and designed to be administered to the same group of test takers. Tester: One who administers and scores tests. Test-scoring programs Software programs used on computers to assist in scoring tests. test form: Identifies the version of the test being used for standardized tests which have more than one equivalent version or form. test level: Identifies the grade level(s) for which a standardized test is intended. test norms See norms. Testwiseness: The ability of a test taker to identify flaws in items that give away the correct answers; skill at taking tests and outwitting poor item writers. Time-sample recording: An observational technique in which it is noted whether the target behavior occurs at some time within a specified time interval; used with nondiscrete behaviors. Transition: The movement from one environment or service system to another; for example, the movement from school-based special education services to postsecondary education or vocational training options. Typical Performance: more concerned with attitudes than academic skills, usually measured by informal assessments, particularly observation. (U) (V) Validity: The extent to which assessment information is appropriate for making the desired decision about pupils, instruction, or classroom climate; the degree to which assessment information permits correct interpretations of the desired kind; the most important characteristic of assessment information. (W) Word processors: Software programs used on computers for writing; allow the writer to enter, store, edit, and retrieve text. Work sample: A permanent product produced by the student (e.g., a homework assignment, test paper, or composition). Work sample analysis: An informal assessment technique in which samples of student work are studied. Writing: Expressive written language; includes spelling, handwriting, usage, and composition. Writing sample: A sample of the written language produced by the student that is used for analysis. Written language: Includes the receptive skill, reading, and the expressive skill, writing. (X) (Y) (Z) from: http://www.upei.ca/~xliu/measurement/glossary.htm Diposting oleh Beny Sudiyana di 08.28 0 komentar Label: MEASURING

Postingan Lebih Baru Langganan: Postingan (Atom)

Beranda

Postingan Lama

Smile Life

When life gives you a hundred reasons to cry, show life that you have a thousand reasons to smile

Get in touch

© Copyright 2015 - 2024 PDFFOX.COM - All rights reserved.